STRATEGI
GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM
MEMBENTUK
AKHLAK
SANTRI BARU DI MADRASAH TSANAWIYAH
PONDOK
PESANTREN BAHRUL ULUM PANTAI RAJA
A.
Latar Belakang Masalah
Salah satu dimensi
manusia yang sangat diutamakan dalam pendidikan Islam adalah akhlak.
Pendidikan agama
berkaitan rapat dengan pendidikan akhlak. Tidak berlebih-lebihan kalau kita
katakan bahwa pendidikan akhlak dalam pengertian Islam adalah bagian yang tidak
dapat dipisahkan dari pendidikan agama. Sebab yang baik adalah yang dianggap
baik oleh agama dan yang buruk adalah yang dianggap buruk oleh agama. Sehingga
nilai-nilai akhlak, keutamaan akhlak dalam masyarakat Islam adalah akhlak dan
keutamaan yang diajarkan oleh agama. Sehingga seorang muslim tidak sempurna
agamanya bila akhlaknya tidak baik. Hampir-hampir sepakat filosof-filosof
pendidikan Islam, bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam. Sebab
salah satu tujuan terttinggi pendidikan Islam adalah pembinaan akhlak karimah.[1]
Menurut al-Ghazali,
bahwa akhlak yang disebutnya dengan tabiat manusia dapat dilihat dalam dua
bentuk, yaitu:
1.
Tabiat-tabiat fitrah, kekuatan tabiat pada asal kesatuan
tubuh dan berkelanjutan selama hidup. Sebagian tabiat tersebut lebih kuat dan
lebih lama dibandingkan dengan tabiat lainnya. Seperti tabiat syahwat yang ada
pada manusia sejak ia dilahirkan, lebih kuat dan lebih sulit diluruskan dan
diarahakan dibanding tabiat marah.
2.
Akhlak yang muncul dari suatu perangai yang banyak
diamalkan dan ditaati, sehingga menjadi bagian dari adat kebiasaan yang berurat
nerakar pada dirinya.
Akhlak menurut pengertian Islam adalah salah satu hasil
dari iman dan ibadat, karena iman dan ibadat manusia tidak sempurna kecuali
kalau dari situ muncul akhlak mulia. Maka akhlak dalam islam bersumber pada
iman dan taqwa dan mempunyai tujuan langsung, yang dekat yaitu harga diri dan
tujuan jauh yaitu ridha Allah.[2]
Pembentukan
karakter peserta didik menjadi acuan atau tujuan utama dalam dunia pendidikan.
Guru atau seorang pendidik sangat berperan penting dalam membentuknya. Terutama
guru yang mengajarkan ilmu Pendidikan Agama Islam. Materi Pendidikan Agama
Islam diharapkan dapat membentuk akhlak al-karimah siswa seperti yang
diharapkan oleh wali atau orang tua siswa.
Pendidik berarti
juga orang dewasa yang bertanggungjawab memberi pertolongan pada peserta
didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat
kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan emenuhi tingkat kedewasaannya, mampu
mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah swt. dan mampu
melakukan tugas sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk individu yang
mandiri.[3]
Kemajuan suatu
bangsa tergantung kepada bagaimana pembinaan karakter peserta didik oleh
pendidik. Guru dalam bidang agama ikut berkontribusi dalam pembentukan ini. Pendidikan
Agama Islam mencakup kriteria yang dibutuhkan oleh kebutuhan masyarakat.
Santri baru di MTs
Bahrul Ulum ini, berkisar umur 12-13 tahun. Pada umur ini, anak mulai mampu
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, benar dan salah, fase baligh,
atau tahap mukallaf, yaitu tahap berkewajiban menerima dan memikul beban
tanggung jawab. Pada masa ini, anak sudah dapat dibina, dibimbing dan dididk
untuk melaksanakan tugas-tugas menuntut komitmen dan tanggungjawab dalam arti
luas.[4]
Akhlak yang
diupayakan pembentukannya oleh peserta didik bukanlah hanya sekedar yang
berkaitan dengan ucapan, sikap, dan perbuatan yang harus ditampakkan oleh
peserta didik dalam pergaulan di sekolah dan di luar sekolah, melainkan
berbagai ketentuan lainnya yang memungkinkan dapat mendukung efektifitas proses
belajar-mengajar. Pengetahuan terhadap akhlak peserta didik ini bukan hanya
perlu diketahui setiap peserta didik dengan tujuan agar menerapkannya,
melainkan juga perlu diketahui oleh setiap pendidik, dengan tujuan dapat mengarahkan
dan membimbing para peserta didik untuk mengikuti akhlak tersebut. [5]
Dewasa ini, peserta
didik di Indonesia sudah mulai terkontambinasi dengan budaya barat. Peserta
didik mulai acuh tak acuh dengan teman sebayanya, dan kepada orang yang lebih
tua. Mereka benar-benar mulai sibuk mengurusi keinginan diri sendiri, dan
nantinya akan berujung kepada perbuatan yang dilarang oleh Agama Islam. Permasalahan-permasalahan
ini harus segera dibenahi. Maka dari itu, banyak orang tua memasukkan
anak-anaknya ke pesantren agama secara utuh, baik kognitif, akhlak, spritual,
dan skill.
Siswa baru
merupakan bibit yang harus digarap dengan baik. Disinilah letak upaya guru PAI
dalam membentuk akhlak al-Karimah siswa baru. Guru harus memberikan contoh yang
baik. Guru PAI haruslah memiliki sifat-sifat yang seperti berikut;
1.
Mengajar dilakukan karena mencari keridaan Allah
2.
Penampilan lahiriyah menyenangkan
3.
Tidak mempunyai dosa besar
4.
Tidak sombong dan riya’
5.
Tidak memendam rasa dengki dan iri hati
6.
Tidak menyenagi permusuhan
7.
Ikhlas dalam melaksanakan tugas
8.
Sesuai perbuatan dan perkataan
9.
Tidak malu mengakui ketidaktahuan
10. Bijaksana
11. Tegas dalam
perkataan dan perbuatan, tetapi tidak kasar
12. Lemah lembut
13. Pemaaf dan sabar
14. Mempu mencintai murid
seperti mencintai anak sendiri[6]
Menurut al-Ghazali,
guru atau pendidik disebut sebagai orang besar yang aktivitasnya lebih baik
daripada ibadah setahun, seperti yang telah Allah firmankan dalam surah
at-Taubah ayat 122:
* $tBur c%x. tbqãZÏB÷sßJø9$# (#rãÏÿYuÏ9 Zp©ù!$2 4 wöqn=sù txÿtR `ÏB Èe@ä. 7ps%öÏù öNåk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ (#qßg¤)xÿtGuÏj9 Îû Ç`Ïe$!$# (#râÉYãÏ9ur óOßgtBöqs% #sÎ) (#þqãèy_u öNÍkös9Î) óOßg¯=yès9 crâxøts ÇÊËËÈ
122. Tidak
sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak
pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya.
Selanjutnya
al-Ghazali menukilkan dari perkataan para ulama yang menyatakan bahwa pendidik
adalah pelita segala zaman. Andaikata di dunia ini tidak ada pendidik, niscaya
manusia seperti binatang, sebab:”pendidikan adalah upaya mengeluarkan manusia
dari sifat kebinatangan (binatang buas maupun jinak) kepada sifat insaniyah
atau ilahiyah.”[7]
Guru harus
mengetahui dan memahami karakter setiap siswa yang dia bimbing. Terutama kepada
siswa baru yang baru beradaptasi dengan sekolah agama yang ditempatinya.
Pesantren Bahrul
Ulum adalah suatu lembaga pendidikan Islam yang bersandarkan kepada al-Quran
dan Hadits. Pesantren ini bertujuan untuk membentuk generasi Islam yang kuat
dan tidak lemah. Kuat dalam segala bidang, yakni Aqidah, Akhlak, dan Ibadah.
Guru-guru di
Pesantren ini semua berupaya untuk membentuk akhlak karimah santri. Dimulai
semenjak santri baru memasuki pondok pesantren. Pesantren ini memakai sistem
asrama sehingga guru mudah mengawasi setiap apa yang dilakukan santri.
Guru PAI dituntut untuk
bertanggungjawab kepada santri yang menjadi tanggungannya. Menurut Abdul Rahman
al-Nahlawi tanggung jawab pendidik adalah mendidik individu supaya beriman
kepada Allah dan melaksanakan syariat-Nya, mendidik diri supaya beramal sholih.[8]
Sekarang, teori
tidaklah selalu sama dengan kenyataan yang ada. Peneliti melihat adanya kendala
yang dihadapi guru dalam upaya membentuk
akhlak santri baru, berikut gejala-gejalanya:
1.
Guru belum memberikan contoh yang baik dalam bersikap
2.
Guru belum memberikan contoh yang baik dalam perkataan
3.
Santri baru masih canggung berhadapan dengan guru PAI
4.
Guru terfokus kepada bimbingan santri lama
5.
Guru belum mampu mencintai santri seperti mencintai
anaknya sendiri
6.
Guru kurang fokus terhadap pembentukan akhlak santri baru
7.
Santri baru belum mempunyai sopan santun dalam bersikap
kepada guru
8.
Santri baru belum mempunyai sopan santun dalam bersikap
kepada kakak kelas
9.
Santri baru belum tahu cara berbicara dengan bahasa yang
baik
Berdasarkan
gejala-gejala di atas, dapat disimpulkan bahwa guru PAI sangat berperan penting
dalam pembentukan akhlak santri baru, sehingga guru PAI berupaya dengan caranya
bagaimana santri bisa mempunyai akhlak mulia. Dengan demikian peneliti tertarik
dengan hal ini dan mengadakan penelitian dengan judul: “Strategi Guru
Pendidikan Agama Islam dalam Membentuk Akhlak Santri Baru Di Madrasah
Tsanawiyah Pondok Pesantren Bahrul Ulum Pantai Raja”.
B.
Penegasan Istilah
Untuk menghindari
kesalahpahaman terhadap istilah yang digunakan dalam judul penelitian ini, maka
peneliti merasa perlu untuk menegaskan istilah-istilah sebagai berikut :
1.
Strategi adalah usaha; ikhtiar (untuk
mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan, mencari jalan keluar, dsb).[9]
2.
Akhlak dalam perspektif Islam adalah semua sifat yang
terjalin dalam perilaku yang diridhai oleh Allah swt. dan sekaligus juga
al-Quran dan Sunnah yang memang menjadi sumber utama bagi nilai perilaku akhlak
itu sendiri.[10]
3.
Santri menurut KBBI adalah orang yg
mendalami agama Islam; orang yg
beribadat dengan sungguh-sungguh; orang yg saleh;
C.
Permasalahan
1.
Identifikasi Masalah
Sebagaimana dipaparkan dalam latar belakang masalah maka
pokok permasalahan dalam penelitian ini dapat diidentifikan sebagai berikut :
a.
Mengapa akhlak santri baru masih belum sesuai dengan yang
diharapkan?
b.
Bagaimana strategi guru PAI dalam membentuk akhlak santri
baru?
c.
Apakah akhlak guru PAI berpengaruh pada salah satu proses
pembentukan akhlak santri?
2.
Batasan Masalah
Mengingat banyaknya permasalahan yang mencangkup kajian
ini, maka untuk mempermudah dalam melakukan penelitian ini, penulis membatasi
masalah yang akan diteliti sehingga penelitian ini difokuskan pada upaya guru
PAI dalam membentuk akhlak santri baru di Madrasah Tsanawiyah Pesantren Bahrul
Ulum.
3.
Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas maka rumusan masalah
dalam penelitian ini yaitu:
a.
Bagaimana strategi guru PAI dalam membentuk akhlak santri
baru?
b.
Adakah pengaruh akhlak guru terhadap pembentukan akhlak
santri baru di Madrasah Tsanawiyah Pesantren Bahrul Ulum Pantai Raja?
D.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi
guru PAI dalam membentuk akhlak santri baru di Madrasah Tsanawiyah Pesantren
Bahrul Ulum Pantai Raja.
2.
Kegunaan Penelitian
Hasil-hasil
penelitian diharapkan bermanfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Sebagai persyaratan
menyelesaikan studi ditingkat S1 Fakultas Tarbiyah dan Keguruan.
b. Penelitian ini
merupakan salah satu usaha untuk menambah wawasan dan memperluas ilmu
pengetahuan penulis.
c. Sebagai sumbangan
pikiran penulis dalam Pendidikan Agama Islam di UIN Suska Riau.
d. Sebagai bahan
informasi bagi guru Qur’an Hadis tentang upaya guru PAI dalam membentuk
E.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini
dilaksanakan di Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Bahrul Ulum Pantai Raja.
F.
Subjek dan Objek Penelitian
Sebjek dari
penelitian ini adalah Guru Pendidikan Agama Islam kelas VII T.A 2014/2015 yang
melaksanakan pembelajaran di Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Bahrul Ulum
Pantai Raja.
Sedangkan objek
dari penelitian ini adalah akhlak santri kelas VIII T.A 2014/2015 yang
melaksanakan pembelajaran di Madrasah
Tsanawiyah Pondok Pesantren Bahrul Ulum Pantai Raja.
G.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dan sampel
penelitian adalah santri baru Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Bahrul Ulum
Pantai Raja Kelas VII yang keseluruhannya berjumlah 90 orang siswa. Sehubung
dengan besarnya populasi, sementara kemampuan penulis terbatas untuk meneliti
seluruhnya, maka atas pertimbangan tersebut, dalam penelitian ini, penulis
mengadakan penarikan sampel secara acak tiap-tiap kelas diambil sampel 50% yang
untuk diteliti, maka teknik penarikan sampel adalah Simple Random Sampling, yang
berjumlah sampelnya 10, 15, 20 orang dari kelas VII.
H.
Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh
data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka penulis menggunkan teknik
pengumpulan data sebagai berikut:
a.
Observasi digunakan untuk memperoleh data tentang strategi
guru dalam membentuk akhlak santri baru di Pesantren Bahrul Ulum Pantai Raja.
b.
Angket dalam penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan
data santri baru tentang keseharian santri menjalani hidup di pesantren.
c.
Wawancara dalam penelitian ini untuk mengetahui secara
langsung bagaimana perkembangan akhlak santri baru di Madrasah Tsanawiyah Pesantren
Bahrul Ulum Pantai Raja. Wawancara
adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatakan seseorang yang ingin
memperoleh imformasi atau keterangan dengan cara mengajukan
petanyaan-pertanyaan sambil bertatap muka antara pewancara dengan responden.[11]
I.
Teknik Analisi Data
Teknik analisis
data digunakan untuk mengetahui ada atau tidak, pengaruh pembiasaan resitasi
terhadap kemampuan hafalan surat pendek pada siswa di Madrasah Tsanawiyah
Pesantren Bahrul Ulum Pantai Raja adalah “Teknik Korelasi Product Moment”, dengan
rumus sebagai berikut:
N
XY
(
) (
)
r
Keterangan :
r
: Angka index korelasi “r” product moment .
N : Number
of class
Jumlah hasil perkalian antara skor X dan Y
X : Jumlah seluruh skor X
Y : Jumlah seluruh skor Y
Daftar Pustaka
Ramayulis, Ilmu Pendidikan
Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002.
Abdul Mujib dan Jusuf
Mudzakkir, Ilmu Pendidikan islam, Jakarta: Kencana, 2008.
Abuddin Nata, Ilmu
Pendidikan islam, Jakarta: Kencana, 2010.
Ahmad Tafsir, Ilmu
Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: PT Rmaja Rosdakarya.
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Amril, Akhlak Tasawuf,
Pekanbaru: Penerbit Program PascaSarjana, 2007.
Burhan
Bugin, Metodologi Penelitian Sosial,
Format Kuantatif dan Kualitatif, (Surabaya: Erlangga Universita Press,
2002).
[11]
Burhan Bugin, Metodologi Penelitian
Sosial, Format Kuantatif dan Kualitatif, (Surabaya: Erlangga Universita
Press, 2002), h. 133.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar