Kata Pengantar
Bismillahirrahmaanirrahim
Alhamdulillah
segala puji bagi Allah, yang selalu melimpahkan kenikmatan, kesehatan lahir dan
batin, sehingga kita semua masih dapat melakukan aktifitas seperti biasanya.
Disamping itu, kami sebagai pemakalah juga bersyukur kepada Allah SWT. Sehingga
kami dapat menyelasaikan makalah yang berjudul “Pemikiran Hasan al-Banna”
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Rasa
terimakasih sebesar-besarnya kepada dosen pengampu kami, yang selalu membimbing
kami dan selalu memberikan kepada kami motivasi-motivasi untuk terus maju dalam
hal pendidikan, dan untuk terus bertanya agar kami tahu apa yang tidak kami
ketahui.
Ibu
dosen selalu membimbing kami agar kami bisa berlatih berbicara di depan peserta
belajar. Makalah ini kami buat dengan sepenuh hati dan dengan kesungguhan kami.
Manusia selalu tidak akan pernah luput dari kesalahan. Kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya, karena banyaknya kekurangan yang terdapat di makalah kami
ini. Atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih
Daftar Isi
Kata pengantar---------------------------------------------------------------------------------- 1
Daftar Isi------------------------------------------------------------------------------------------ 2
A.
Pendahuluan--------------------------------------------------------------------------- 3
B.
Riwayat hidup ------------------------------------------------------------------------- 3
C.
Ide-ide pembaharuan---------------------------------------------------------------- 5
Daftar Pustaka--------------------------------------------------------------------------------- 10
Hasan Al-Banna[1]
A.
Pendahuluan
Bersamaan
dengan Hasan al-Banna, Mesir sedang mengadakan perlawanan terhadap pendudukan
Inggris, di penghujung abab XIX. Ide patriotisme yang dirintis oleh al-Tahtawi
berkembang menjadi suatu gerakan pembaharuan. Usaha ini mengklaim sebagai wakil
rakyat dipimpin oleh Sa’at Zaghlul (1859-1927) untuk menemui komisaris tinggi
supaya pemerintah Inggris menghapus status protektorat terhadap negeri Mesir.
Gerakan ini sangat besar artinya bagi perjuangan rakyat Mesir yang senantiasa
mengharapkan kemerdekaan bagi negerinya.
Dalam
sejarah, Sa’ad Zaghlul dianggap sebagai pemimpin nasional yang berhasil
memperjuangkan kemerdekaan Mesir. Ide nasionalisme memandang Mesir sebagai
tanah air mesti diperjuangkan oleh rakyat Mesir untuk kepentingan orang Mesir.
Dengan berkembangnya ide nasionalisme ini rupanya faham agama sudah mulai
diabaikan sebagai dasar kesatuan politik. Kesetiaan kepada agama Islam
kelihatannya sudah kurang mendapat perhatian, karena desakan loyalitas kepada
tanah air diprioritaskan. Keadaan seperti ini mendorong rakyat Mesir untuk
terus melanjutkan perjuangan serta mengadakan pembaharuan. Gerakan ini
sekaligus mengembalikan citra rakyat Mesir di entas Internasional.
Kelemahan
umat islam di kala itu menyadarkan dunia Islam untuk bangkit dari kelalaiannya.
Umat Islam perlu memikirkan bagaimana cara untuk meningkatkan kualitas dan
kekuatan umat Islam kembali seperti pada masa Rasulullah SAW. Pelopor-pelopor
pembaharuan mulai bermunculan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat,
seperti dalam bidang politik, agama, moral, sosial budaya, pendidikan, ekonomi,
dan sebagainya. Hasan al-Banna adalah salah seorang dari mereka. Dia membawa
ide-ide pembaharuan yang cukup mendapat perhatian serius di kalangan masyarakat
pada masanya. [2]
B.
Riwayat Hidup Hasan al-Banna
Hasan
al-Banna dilahirkan pada 1906 di al-Mahmudiyah, salah satu desa di wilayah
al-Buhairah, Mesir. Beliau dibesarkan di tengah-tengah keluarga orang yang
berilmu. Sejak kecil al-Banna dididik dalam lingkungan rumah tangga yang
memiliki perpustakaan yang cukup lengkap. Ayahnya bernama al-Mukhlis Syaikh
Ahmad Abdurrahman al-Banna, beliau terkenal dengan sebutan as-sa’aty. Beliau mengajarkan ilmu fiqih, tauhid, nahwu, hifzil
quran, dan ilmu-ilmu lainnya. Beliau memiliki perpustakaan yang besar sehingga
dengan tekun berhasil mengarang beberapa kitab seprti al-Bada al-Musnad dan beberapa bagian dari musnad imam empat, serta
musnad Imam Ahmad yang berjudul al-fath
al-rabbany fi tartibi musnad syaibaniy, serta syarahnya yang berjudul bulugh al-amami min asrar al-fathi
al-rabbany.
Al-Banna
memulai pendidikannya di madrasah al-Rasyad, pada madrasah tersebut beliau
bersahabat dengan Syaikh Zahran. Setelah menyelesaikan pendidikan dari madrasah
tersebut, beliau melanjutkan pada sekolah guru pertama di Damanhur dan
Universitas Dar al-Ulum, Kairo. Pada tahun 1927, beliau lulu dengan predikat
cumlaude. Setelah lulus, beliau diangkat menjadi seorang guru di lingkungan
pendidikan, kemudian ditempatkan di kota ismailiyah. Aktivitasnya dimulai dari
masjid ke masjid dan kedai-kedai kopi. Dengan bermodalkan kekarismatikan dan
teknik dakwah yang dapat menyentuh para audiens, semakin banyak orang yang
beragama Islam empati kepada beliau.
Dengan
kecerdasannya, beliau melihat bahwa ada beberapa kelompok masyarakat yang dapat
dimanfaatkan untuk mensukseskan misi dakwah. Masyarakat tersebut dapat
diklasifikasikan dalam empat kelompok, yaitu pemuka agama, tokoh tarekat, tokoh
masyrakat, dan para jamaah.
Beliau
dalam menjalin hubungan dengan para pemuka agama, bersifat sangat santun dan
hormat, hal ini dilakukan untuk menarik simpati para pemuka agama. Tidak jarang
beliau memberikan hadiah sehingga terjalin hubungan yang baik dan harmonis. Hal
ini sangat penting untuk membantu terwujudnya tujuan dakwah Ikhwanul Muslimin.
Berkat kepiawaiannya, Hasan al-Banna berhasil menarik hati masyarakat,
menyatukan mereka dalam sebuah perkumpulan dan menghidupkan semngat yang ada
dalam dada mereka untuk menegakkan Islam.
Beliau
sangat gigih dalam da’i dan politik. Pada saat belajar di sekolah menengah, ia
sudah terpilih sebgai ketua jamiatul
adabiyah yang bergerak dalam bidang karya tulis dan menjadi pemimpin jamial mukaramat yang merupakan
perkumpulan pertaubatan.
Banyak
sekali karya-karya beliau, yaitu:
1. Allah
fi al-‘aqidah al-islamiyyah;
2. Ila
al-thulab;
3. Risalah
al-aqaid;
4. Qadhiyyatuna
baina yadai al-ra’yi al-‘am al-mishri wa al’arabi wa al-islami wa al-dhamir al-insani al –alami;
5.
Risalah al-muktamar al-sadis;
6.
Majmu’at rasail al-imam al-syahid hasan al-banna;
7.
Nizam al-usar wa ar-risalah al-ta’lim;
8.
Al-mar’ah al-muslimah.[3]
C.
Ide-ide Pembaharuan Hasan
Al-Banna
Pemikiran pembaharuan Hasan
al-Banna berdasarkan atas keyakinan bahwa agama Islam adalah agama universal
yang sesuai dengan perkembangan peradaban manusia, yang pada intinya dapat
dikemukakan dalam 5 aspek:
1.
Bidang Agama
a)
Fiqih; menurut Hasan al-Banna, perbedaan
pendapat dalam masalah fiqih hendaknya tidak menjadi sebab terjadinya
perpecahan dalam agama, juga tidak membawa pada permusuhan dan saling membenci.
Setiap mujtahid akan mendapatkan pahalanya. Selanjutnya al-Banna menjelaskan
bahwa para sahabat Nabi berbeda pendapat dalam masalah furu’
fiqhiyyah,
tetapi mereka tidak terpecah jamaahnya dan tidak terjadi kemarahan di antara
mereka.
b)
Aqidah; dasar aqidah Islam dan seluruh hukum
Islam menurut Hasan al-Banna ialah al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Selain
aqidah Islam didasari oleh dua sumber itu, aqidah juga dikuatkan oleh akal dan
ditetapkan oleh pandangan yang benar. Oleh sebab itu, Islam melarang bertaqlid
dalam bertauhid dan umat Islam harus berpikir dalam memahami aqidah dan
mengharapkan pertolongan Allah dalam memahami dasar-dasar agama sehingga dapat
mencapai tingkat kesempurnaan. Dalam bidang ini, al-Banna berusaha keras untuk
memurnikannya dari aspek syirik dan ia bermaksud untuk memberantas kemungkaran.
c)
Tasawuf; ada dua macam tasawuf menurut
al-Banna, tasawuf yang dilaksanakan dengan baik dan yang dilaksanakan secara
tidak baik.[4]
2.
Aspek politik
Hasan al-Banna bercita-cita mendirikan negara yang
berdasarkan kepada al-Quran dan Hadits.
Gagasan al-Banna dapat dibuktikan dari bunyi
suratnya kepada Raja Farouk yang menyatakan bahwa “di dunia ini, tidak ada
sistem yang mampu mempersenjatai bangsa dalam kebangkitan kecuali Islam”.
Kecenderungan Hasan al-Banna dalam ide pembaharuannya tentang aspek politik ini
sangat realistis, sebab Islam adalah agama yang menyentuh segenap aspek
kehidupan masyarakat. Hal ini dapat kita lihat dalam pernyataannya bahwa hukum
Islam yang berkenaan dengan individu, keluarga, bangsa, masyarakat,
pemerintahan, ikatan bangsa, dan lengkap adanya dan jauh lebih sempurna dari
sekalian hukum yang pernah dikenal oleh manusia secara keseluruhan
Ide pembaharuan Hasan al-Banna dalam bidang politik
pada dasarnya bukanlah untuk merebut kekuasaan dari tangan penguasa, akan
tetapi semata-mata untuk menerapkan ajaran Islam dalam kehidupan masyarakat dan
bernegara. Menurutnya pemerintah tidak mutlak diperintah oleh ulama atau tokoh
partai Islam, akan tetapi siapa saja yang mempunyai kemampuan dan sanggup
menerapkan ajaran Islam. Mesir sebenarnya sudah berdasarkan Islam, namun
kenyataannya Islanm belum diterapkan sepenuhnya dalam kehidupan politik. Oleh
sebab itu, ide pembaharuan Hasan al-Banna cenderung mendukung paradigma politik
yang bebas dan bertanggungjawab terhadap realisasi ajaran Islam. Suatu tuntutan
dan fenomena sejarah yang tidak dapat dielakkan oleh kenyataan historis bagi
pembaharu-pembaharu Islam abad ke-20.
Ide untuk mewujudkan negara yang berdasarkan kepada
Islam sebenarnya telah dilontarkan Jamaluddin al-Afghani dengan
Pan-Islamismenya dan ide Rasyid Ridha dengan sistem kekhalifahannya. Ide
politik Hasan al-Banna berdasarkan prinsip-prinsip Islam sangat mempengaruhi
perilaku politik masyarakat. Prinsip ini bertentangan dengan politik rezim
penguasa, akibatnya timbul pertentangan yang tajam menjurus ke tindak kriminal
yang membawa korban bagi pihak pemerintah dan gerakan Ikhwanuk Muslimin (IM) di
Mesir.
3.
Aspek Sosial
Ide pembaharuan Hasan al-Banna dalam bidang sosial
senantiasa berpijak pada kondisi objektif masyarakat yang menyentuh dalam
persoalan keadilan sosial dan kesetaraan. Dalam hal ini, Islam telah menetapkan
peratuaran dasar mengenai kepentingan manusia atas prinsip salaing bekerjasama
dan tolong-menolong dalam usaha memenuhi kebutuhan hidup. Prinsip semacam ini
menurut Islam merupakan persaudaraan agamis dalam hal hak dan kewajiban sosial
bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Menurut Hasan al-Banna, untuk meningkatkan
kesejahteraan dan keadilan sosial masyarakat diperlukan adanya solidaritas
sosial sesama umat islam berdasarkan al-qu’ran surat al-Hujurat ayat 10:
“orang-orang yang beriman antara satu dengan yang
lainnya saling bersaudara”.
Apabila hal ini terwujud dengan baik, maka akan
timbul suatu rasa persamaan yang lebih mengutamakan kepentingan umum di atas
kepentingan pribadi dan golongan. Timbulnya kesadaran saling membantu serta
memperjuangkan kepentingan bersama merupakan suatu peningkatan kesejahteraan
dan keadilan bagi seluruh anggota masyarakat. Dengan demikian, maka
terhindarlah pola hidup yang menjurus kepada kepentingan yang individual serta
terhindarnya jurang pemisah antara si kaya dan si miskin.
Untuk menciptakan kondisi sosial yang serasi dan
mencerminkan aspek keadilan sosial, maka perlu ditumbuhkan kesadaran untuk
mengeluarkan zakat dan wakaf di kalangan umat Islam. Zakat dan wakaf dari umat
Islam dapat menjadi umber dana yang potensial yang dapat digunakan secara
produktif bagi kesejahteraan umat, seperti pembangunan rumah sakit, lembaga
pendidikan, modal perusahaan, modal usaha bagi fakir miskin, baitul mal, dan
sebagainya. Salah satu aktivitas di bidang sosial yang dilaksanakan oleh Hasan
al-Banna adalah serangkaian kegiatan sosial yang meliputi bidang kesehatan,
seperti mendirikan klinik kesehatan dan rumah sakit, membangun masjid untuk
tempat pertemuan masyarakat. Demikian pula, al-Banna aktif dalam perdagangan
untuk membantu fakir miskin dan mendirikan organisasi wanita yang diberi
al-Fatayat.
Mereka juga berusaha mengajarkan umat Islam
berjuang melawan kemiskinan, kebiasaan-kebiasaan buruk serta mendorong kegiatan
yang bermanfaat bagi peningkatan hidup umat Islam.
4.
Aspek ekonomi
Menyadari situasi perekonomian umat Islam pada
waktu itu yang senantiasa bergantung kepada ekonomi asing, maka Hasan al-banna
mengambil inisiatif untuk mendirikan perusahaan secara mandiri. Ia membangun
pabrik pemintal benang dan perusahaan tenun, ia mengadakan percetakan surat
kabar dan usha pertanian. Hasan al-Banna mengusulkan kepada pemerintah Mesir,
seperti penguasaan sumber daya alam, penghapusan modal asing untuk
kesejahteraan masyarakat Mesir sendiri.
Selanjutnya dia menyeru kepada pemerintah Mesir dan
rakyatnya untuk mengkoordinir sumber daya alam yang ada dalam Mesir. Di samping
itu juga menyarankan kepada pemerintah Mesir untuk membentuk undangpundangyang
menjamin hak-hak petani dari tuan tanah dan hak-hak buruh dari pemilik
perusahaan. Demikian juga, Hasan al-Banna menuntut kepada pemerintah untuk
menghapus semua bentuk riba dan bunga bank. Untuk memperbaharui situasi dan
kondisi perekonomian, maka umat Islam harus melepaskan diri dari ikatan
imperialis dan golongan Yahudi lainnya.
Perkembangan sosial ekonomi perjuangan Hasan
al-Banna ini dapat menyadarkan para pemikir muslim untuk menelusuri dan
meneliti kepincangan/kemunduran sosial bagi umat Islam. Menurutnya, salah satu
jalan atau cara untuk menanggulangi kemelut ini umat Islam harus menguasai dan
mengambil alih teknologi perekonomian berdasarkan Islam.[5]
5.
Aspek pendidikan
a)
Konsep pendidikan
Konsep Hasan al-Banna tentang pendidikan meliputi dua sisi, yaitu
pengembangan potensi jasmani, akal, dan hati, yang dimiliki manusia dan
sekaligus sebagai pewarisan Kebudayaan Islam. Pendidikan dipandang sebagai
proses aktualisasi potensi-potensi yang dimiliki anak didik dengan jalan
mewariskan nilai-nilai ajaran Islam. Aktualisasi potensi-potensi yang
dikehendaki oleh Hasan al-Banna adalah dapat melahirkan sosok individu yang
memiliki kekuatan jasmani, akala, dan qalb guna mengabdi kepada Allah, serta mampu
menciptakan lingkungan hidup yang damai dan tentram. Oleh karena itu,
pendidikan menurut Hasan al-Banna harus berorientasi pada ketuhanan, bercorak
universal dan terpadu, bersifat positif konstruktif, setra membentuk
persaudaraan dan keseimbangan dalam hidup dan kehidupan manusia.
b)
Tujuan pendidikan
Menurut Hasan al-Banna, tujuan pendidikan pada
tingkat individu mengarah pada beberapa hal, di anataranya;
1)
Setiap individu memiliki kekuatan fisik
sehingga mampu mengahadapi berbagai kondisi lingkungan dan cuaca;
2)
Setiap individu memiliki ketangguhan akhlak
sehingga mampu mengendalikan hawa nafsu dan syahwatnya;
3)
Memiliki wawasan luas sehingga mampu
menyelesaikan persoalan hidup yang dihadapinya;
4)
Memiliki kemampuan bekerja dalam dunia
kerjanya;
5)
Memiliki pemahaman aqidah yang benar;
6)
Memiliki kualitas beribadah sesuai dengan
syariat Allah dan Rasulullah;
7)
Memiliki kemampuan untuk memerangi hawa
nafsunya dan mengokohkan diri di atas syariat Allah melalui ibadah dan amal
kebaikan;
8)
Memiliki kemampuan untuk senantiasa menjaga
waktunya dari kelalaian dan perbuatan sia-sia;
9)
Setiap individu mampu menjadikan dirinya
bermanfaat bagi orang lain.
c)
Materi pendidikan
Hasan al-Banna menjelaskan mengenai materi
pendidikan ini meliputi materi pendidikan akal, jasmani, dan hati.
Pertama, materi pendidikan akal. Potensi akal merupakan
potensi yang cukup urgen pada diri seseorang karena ia sebagai dasar pemberian
beban hukum, dan sebagai tolok ukur penentuan balasan baik dan buruk bagi
perbuatannya. Oleh karena itu, akal manusia membutuhkan beberapa materi ilmu
pengetahuan agar mampu berfungsi sebagaimana mestinya. Hasan al-Banna
memberikan perhatian yang cukup serius terhadap perkembangan akal anak didik.
Ilmu pengetahuan agama dan cabang-cabangnya merupakan materi pendidikan yang
dapat mengembangkan potensi akal anak didik.
Kedua, pendidikan jasmani. Potensi jasmani dengan
anggotanya pada diri seseorang sangat membutuhkan pemeliharaan dan penambahan
kualitas perkembangannya. Pemeliharaan kebersihan dan kesehatan terhadap semua
anggota jasmani merupakan wujud nyata dari pendidikan jasmani.
Ketiga, materi pendidikan hati. Potensi qalb atau hati pada anak didik
menjadi perhatian penting dalam pendidikan Hasan al-Banna, karena salah satu
tujuan dari pendidikan adalah menghidupkan hati, membangaun, dan
menyuburkannya. Kekerasan dan kebekuan hati merupakan penghambat dalam memperoleh ilmu pengetahuan,
yang tujuannya adalah untuk mencapai ma’rifatullah.
d) Metode Pendidikan
Hasan al-Banna menawarkan 6 metode pendidikan, yaitu:
1)
Metode diakronis, yaitu suatu metode
pengajaran yang menonjolkan aspek sejarah;
2)
Metode sinkronik-analitik, yaitu metode
pendidikan yang memberi kemampuan analisis teoritis yang sangat berguna bagi
perkembangan keimanan dan mental-intelektual. Metode ini banyak menggunakan
teknik pengajaran seperti diskusi, lokakarya, seminar, resensi buku, dan
lain-lain;
3)
Metode hallul mustykilat (problem solving), yaitu uang digunakan
untuk melatih anak didik berhadapan dengan berbagai masalah dari berbagai
cabang ilmu pengetahuan sehingga metode ini sesuai untuk mengembangakan potensi
akal, jasmani, dan hati;
4)
Metode tajribiyyat (empiris), yaitu metode yang digunakan untuk
memperoleh kemampuan anak didik dalam mempelajari ilmu pengetahuan agama dan
ilmu pengetahuan umum melalui realisasi, aktualisasi, serta internalisasi
sehingga menimbulkan intrkasi sosial;
5)
Metode al-istiqraiyyat (induktif), yaitu metode yang digunakan agar anak
didik memiliki kemampuan riset terhadap ilmu pengetahuan agama dan umum dengan
cara berpikir dari hal-hal yang khusus kepada hal-hal yang umum;
6)
Metode al-istinbathiyyat (deduktif), yaitu metode yang digunakan
untuk menjelaskan hal-hal yang umum kepada hal-hal yang khusus.[6]
Daftar Pustaka
Donohue,
John , Islam dan
Pembaharuan, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994.
Ilahi,
Kurnial, Pembaharuan Modern dalam Islam,
Pekanbaru: Pusaka Riau, 2011.
Kurniawan,
Syamsul dan Mahrus, Erwin, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2011
Rusli, Ris’an, Pembaharuan Pemikiran Modern dalam
Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2013.
Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta:
Amzah, 2010.
[1]Setelah belajar di
Lembaga Pendidikan Keguruan, al-Banna melanjutkan belajar di Universitas Darul
Ulum Kairo. Dia dikenal sebagai mahasiswa yang sangat taat kepada agamanya. Dia
mulai karirnya sebagai guru. Tak lama kemudian ia mendirikan Ikhwanul Muslimun
(tahun 1928), yang kemudian merupakan salah satu partai politik terbesar dan terorganisasi
baik di Mesir. Dia mengajak rakyat-rakyat Mesir untuk kembali kepada
sumber-sumber Islam yang murni dan menolak arus yang membanjir dari luar
negeri. Kekuatan militer Ikhwanul Muslimun dikerahkan untuk melakukan
pembunuhan-pembunuhan terhadap tokoh-tokoh politik; dan ini juga mengakibatkan
al-Banna terbunuh pada tahun 1949. Kelompok Ikhwanul Muslimun sekarang masih
merupakan kekuatan yang tangguh di seluruh Dunia Arab. (Lihat. John J. Donohue, Islam
dan Pembaharuan, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994, hal. 129.)
[2]Prof. Dr. H. Kurnial
Ilahi, Pembaharuan Modern dalam Islam,
Pekanbaru: Pusaka Riau, 2011, hal. 216-217.
[3]Syamsul Kurniawan dan
Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh
Pendidikan Islam, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011, hal. 155-158.
[4] Prof. Dr.
Ris’an Rusli, M. A. Pembaharuan Pemikiran Modern dalam Islam, Jakarta:
Rajawali Pers, 2013, hal. 158-191.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar