Ruang Lingkup Pendidikan Islam
Oleh:
Fatmawati
Rosyidah
A.
Pendahuluan
Syari’at Islam tidak akan dihayati dan diamalkan orang kalau hanya diajarkan saja, tetapi
harus melalui proses pendidikan. Nabi telah mengajak orang untuk beriman dan
beramal serta berakhlak baik sesuai ajaran Islam dengan berbagai metode dan
pendekatan.
Dari satu segi kita melihat, bahwa pendidikan Islam itu
lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam
amal perbuatan, baik segi keperluan sendiri maupun orang lain. Di segi lainnya,
pendidikan Islam tidak memisahkan antara iman dan amal shaleh. Oleh karena itu
pendidikan Islam adalah sekaligus pendidikan iman dan pendidikan amal. Dan
karena ajaran Islam berisi ajaran tentang sikap dan tingkah laku pribadi
masyarakat, menuju kesejahteraan hidup perorangan dan bersama, maka pendidikan
Islam pendidikan individu dan pendidikan masyarakat. Semula orang yang bertugas
mendidik adalah para Nabi dan Rasul, selanjutnya para ulama dan cerdik
pandailah sebagai penerus tugas dan kewajiban mereka.[1]
Pendidikan Islam mempunyai ruang lingkup di antaranya
Iman, Islam, dan Ihsan. Dari ketiga ruang lingkup tersebut akan lahir
komponen-komponen dan displin ilmu pengetahuan. Maka dari itu, penulis akan
membahas tentang ruang lingkup pendidikan islam. Merujuk kepada sebuah hadits
Rasulullah tentang Iman, Islam, dan Ihsan.
B.
Pengertian Ruang Lingkup Pendidikan Islam
Dalam kamus Bahasa Indonesia, ruang adalah sela-sela
antara dua atau empat tiang.[2] Lingkup
adalah mencakup atau meliputi.[3] ruang
lingkup adalah luasnya subjek yang tercakup. Ruang lingkup adalah batas suatu objek yang sedang
diamati.[4]
Menurut Hasan Langgulung Pendidikan Islam adalah suatu
proses spritual, akhlak, intelektual, sosial yang berusaha membimbing manusia
dan memberinya nilai-nilai, prinsip-prinsip, dan teladan ideal dalam kehidupan
yang bertujuan mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat.[5]
Pendidikan Islam adalah proses transinternalisasi
pengetahuan dan nilai Islam kepada peserta didik melalui upaya pengajaran,
pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan, dan pengembangan potensinya,
guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat.[6]
Pendidikan Islam adalah segala upaya atau proses
pendidikan yang dilakukan untuk membimbing tingkah laku manusia, baik individu,
maupun sosial untuk mengarahkan potensi, baik potensi dasar (fitrah), maupun
ajar yang sesuai dengan fitrahnya melalui proses intelektual dan spritual
berlandaskan nilai Islam untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.[7]
Jadi ruang lingkup pendidikan Islam adalah batasan yang
menjadi cakupan dalam proses pendidikan Islam yang dilakukan untuk membimbing
tingkah laku manusia, baik individu, maupun sosial untuk mengarahkan potensi,
baik potensi dasar (fitrah), maupun ajar yang sesuai dengan fitrahnya melalui
proses intelektual dan spritual berlandaskan nilai Islam untuk mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
C.
Teks Lengkap Hadits
حَدَّثَنِي أَبُو خَيْثَمَةَ زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ ، حَدَّثَنَا وَكِيعٌ ، عَنْ كَهْمَسٍ ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ ، عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ . ح وَ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ الْعَنْبَرِيُّ ، وَهَذَا حَدِيثُهُ حَدَّثَنَا أَبِي ، حَدَّثَنَا كَهْمَسٌ ، عَنْ ابْنِ بُرَيْدَةَ ، عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ ، قَالَ : كَانَ
أَوَّلَ مَنْ قَالَ فِي الْقَدَرِ بِالْبَصْرَةِ : مَعْبَدٌ الْجُهَنِيُّ ،
فَانْطَلَقْتُ أَنَا وَحُمَيْدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحِمْيَرِيُّ ، حَاجَّيْنِ أَوْ مُعْتَمِرَيْنِ ،
فَقُلْنَا : لَوْ لَقِينَا أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَسَأَلْنَاهُ عَمَّا يَقُولُ هَؤُلَاءِ فِي الْقَدَرِ ،
فَوُفِّقَ لَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ دَاخِلًا الْمَسْجِدَ ، فَاكْتَنَفْتُهُ أَنَا ،
وَصَاحِبِي ، أَحَدُنَا عَنْ يَمِينِهِ وَالآخَرُ عَنْ شِمَالِهِ ، فَظَنَنْتُ
أَنَّ صَاحِبِي سَيَكِلُ الْكَلَامَ إِلَيَّ ، فَقُلْتُ : أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَن ،
إِنَّهُ قَدْ ظَهَرَ قِبَلَنَا نَاسٌ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ ، وَيَتَقَفَّرُونَ
الْعِلْمَ ، وَذَكَرَ مِنْ شَأْنِهِمْ ، وَأَنَّهُمْ يَزْعُمُونَ أَنْ لَا قَدَرَ
، وَأَنَّ الأَمْرَ أُنُفٌ ، قَالَ : فَإِذَا لَقِيتَ أُولَئِكَ ، فَأَخْبِرْهُمْ
أَنِّي بَرِيءٌ مِنْهُمْ ، وَأَنَّهُمْ بُرَآءُ مِنِّي ، وَالَّذِي يَحْلِفُ بِهِ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ ، لَوْ أَنَّ لِأَحَدِهِمْ ، مِثْلَ أُحُدٍ
ذَهَبًا ، فَأَنْفَقَهُ مَا قَبِلَ اللَّهُ مِنْهُ ، حَتَّى يُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ
، ثُمَّ قَالَ : حَدَّثَنِي أَبِي عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ ، قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
ذَاتَ يَوْمٍ ، إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيدُ ، بَيَاضِ الثِّيَابِ ،
شَدِيدُ ، سَوَادِ الشَّعَرِ ، لَا يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ ، وَلَا
يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ ، حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ ، فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ ، وَوَضَعَ كَفَّيْهِ
عَلَى فَخِذَيْهِ ، وَقَالَ : يَا مُحَمَّدُ ، أَخْبِرْنِي عَنِ الإِسْلَامِ ،
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
" الإِسْلَامُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا
اللَّهُ ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
، وَتُقِيمَ الصَّلَاةَ ، وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ ، وَتَصُومَ رَمَضَانَ ،
وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيلًا " ، قَالَ
: صَدَقْتَ ، قَالَ : فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ ، وَيُصَدِّقُهُ ، قَالَ :
فَأَخْبِرْنِي عَنِ الإِيمَانِ ، قَالَ : " أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ ،
وَمَلَائِكَتِهِ ، وَكُتُبِهِ ، وَرُسُلِهِ ، وَالْيَوْمِ الآخِرِ ، وَتُؤْمِنَ
بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ " ، قَالَ : صَدَقْتَ ، قَالَ : فَأَخْبِرْنِي
عَنِ الإِحْسَانِ ، قَالَ : " أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ ،
فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ ، فَإِنَّهُ يَرَاكَ " ، قَالَ : فَأَخْبِرْنِي
عَنِ السَّاعَةِ ، قَالَ : مَا الْمَسْئُولُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ ،
قَالَ : فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَتِهَا ، قَالَ : " أَنْ تَلِدَ الأَمَةُ
رَبَّتَهَا ، وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ ،
يَتَطَاوَلُونَ فِي الْبُنْيَانِ " ، قَالَ : ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ
مَلِيًّا ، ثُمَّ قَالَ لِي : يَا عُمَرُ أَتَدْرِي مَنِ السَّائِلُ ؟ قُلْتُ : اللَّهُ
وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ ، قَالَ : فَإِنَّهُ جِبْرِيلُ ، أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ
دِينَكُمْ (رواه
مسلم)
A.
Mufrodat
تُقِيمُ الصَّلَاة : Mendirikan shalat dengan syarat dan rukunnya
السَّاعَةُ : Waktu di sini dimaksudkan waktu hari kiamat
رَبَّتَهَا : Tuannya atau majikan
الْحُفَاة :Berjalan nyeker, tak punya alas kaki
الْعُرَاةَ : Telanjang, tak berpakaian
رِعَاءَ
الْبَهْمِ :Pengembala kambing
B.
Skema Sanad
Untuk lebih jelasnya, perhatikan tabel berikut;
Jalur I
No
|
Nama Periwayat
|
Urutan sebagai periwayat
|
Urutan sebagai sanad
|
1
|
رسول الله صلى الله عليه وسلّم
|
Sumber hadits
|
Sumber hadits
|
2
|
عمر بن الخطاب
|
I
|
VII
|
3
|
عبدالله بن عمربن الخطاب
|
II
|
VI
|
4
|
III
|
V
|
|
5
|
IV
|
IV
|
|
6
|
V
|
III
|
|
7
|
معاذ بن معاذ العنبري
|
VI
|
II
|
8
|
VII
|
I
|
|
9
|
مسلم
|
VIII
|
Mukharij hadits
|
Jalur II
No
|
Nama Periwayat
|
Urutan sebagai periwayat
|
Urutan sebagai sanad
|
1
|
رسول الله صلى الله عليه وسلّم
|
Sumber hadits
|
Sumber hadits
|
2
|
عمر بن الخطاب
|
I
|
VII
|
3
|
عبدالله بن عمربن الخطاب
|
II
|
VI
|
4
|
III
|
V
|
|
5
|
IV
|
IV
|
|
6
|
V
|
III
|
|
7
|
وكيع
|
VI
|
II
|
8
|
VII
|
I
|
|
9
|
مسلم
|
VIII
|
Mukharij hadits
|
C.
Terjemah Hadits
Abu khaitsamah Zuhair bin Harb telah memberitahukan
kepadaku, waki’ telah memberitahukan kepada kami, dari Kahmas, dari Abdullah
bin Buraidah, dari Yahya bin YA’mar;/H/ dan Ubaidillah bin Mu’adz al-Anbari
telah memberitahukan kepada kami; dan ini adalah haditsnya; ayahku
memberitahukan kepada kami, Kahmas telah memberitahukan kepada kami, dari Ibnu
Buraidah, dari Yahya bin Ya’mar, dia berkata, “orang yang paling pertama
berbicara tentang takdir di kota bashrah adalah Ma’bad al-Juhani.” Aku (Yahya
bin Ya;mar) dan Humaid bin Abdurrahman al-Himyari pergi berhaji atau umroh.
Kami berkata, “apabila kita berjumpa dengan salah seorang sahabat Rasulullah
Shallallahu Alihi wa Salam, maka kita harus bertanya kepadanya tentang apa yang
mereka katakan pada masalah takdir.” Kebetulan kami bertemu dengan
Abdullah bin Umar al-Khattab sedang
masuk masjid. Lalu aku dan temanku mengapitnya; seorang dari kami di sebelah
kanannya, sedang yang lain di sebelah kirinya. Aku merasa bahwa temanku
menyerahkan pembicaraan kepadaku. Lalu aku pun berkata, “wahai Abdurrahman
(julukan Abdullah bin Umar), sesungguhnya kami telah melihat dari kalangan kami
sekelompok manusia yang selalu membaca al-Qur’an dan membicarakan ilmu”-lalu ia
menjelaskan tentang kondisi mereka-. “mereka beranggapan bahwa takdir tidak
ada; dan bahwa segala sesuatu terjadi bukanlah berdasarkan ketentuan Allah
(spontan).” Maka dia berkata, “Apbila kamu berjumpa dengan mereka, maka
kabarkan kepada mereka bahwa sesungguhnya aku berlepas diri dari mereka, dan
sesungguhnya mereka pun berlepas diri dariku. Demi Dzat yang Abdullah bin Umar
bersumpah dengan-Nya, jika sekiranya salah seorang mereka memiliki emas sebesar
gunung Uhud lalu menginfakkannya, niscaya Allah tidak akan menerima infak iti
sampai dia beriman kepada takdir.” Selanjutnya dia berkata, “Ayahku, Umar bin
Khattab, telah memberitahukan kepadaku, dia berkata, “pada suatu hari ketika
kami sedang bersama Rasulullah Shallallahu Alihi wa Salam, tiba-tiba datang
kepada kami seorang lelaki; pakaiannya sangat putih, rambutnya sangat hitam,
tidak terlihat padanya bekas perjalanan jauh, dan tidak ada seorangpun dari
kami yang mengenalnya. Kemudian dia pun duduk di hadapan Rasulullah Shallallahu
Alihi wa Salam. Dia sandarkan kedua lututnya kepada lutut beliau; dan dia berkata,”Wahai
Muhammad, kabarkanlah kepadaku tentang Islam!” maka Rasulullah Shallallahu
Alihi wa Salam bersabda, “Islam adalah kamu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan
kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat,
menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan dan berhaji jika mampu
melaksanakannya.” Dia lelaki itu berkata,”engkau benar.” Dia (Umar bin Khattab)
berkata, “kami pun heran terhadapnya, dia bertanya kepada beliau, namun dia pun
membenarkannya.” Dia lelaki itu berkata, “kabarkanlah kepadaku tentang iman!”
Beliau bersabda, “Kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan kamu beriman kepada takdir
yang baik dan yang buruk.” Dia lelaki itu berkata,”engkau benar.” Dia lelaki
itu berkata,”kabarkanlah kepadaku tentang Ihsan!”Beliau bersabda,”kamu
menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya. Jikapun kamu tidak melihat-Nya,
maka sesungguhnya Dia melihatmu.” Dia lelaki itu berkata,”kabarkanlah kepadaku
tentang hari kiamat!” Beliau bersabda,”tidaklah orang yang ditanya lebih
mengetahui daripada orang yang bertanya.” Dia lelaki itu berkata,”kabarkanlah
kepadaku tentang tanda-tandanya!” Beliau bersabda,”jika seorang budak
melahirkan majikannya; dan kamu melihat orang-orang bertelanjang kaki, tidak
berbusana, fakir miskin, para pengembala kambing akan saling berlomba membuat
gedung yang tinggi.” Dia (Umar bin Khattab) berkata,”lalu ia pergi, dan akupun
terdiam cukup lama.” Kemudian bertanya kepadaku, “wahai Umar, apakah kamu tahu
siapakah orang yang bertanya itu?” aku menjawab, “ Allah dan rasul-Nya yang
lebih tahu.” Beliau bersabda, “sesungguhnya dia adalah Jibril. Dia mendatangi
kalian untuk mengajarkan kalian tentang agama kalian.” (HR. Muslim).[9]
D.
Asbab al-Wurud
Adapun asbabul wurud hadits ini terdapat pada teks
hadits tersebut. ketika Rasulullah dan para sahabat sedang berada dalam sebuah
majelis. Kemudian datang seorang laki-laki (Jibril) menyampaikan beberapa
pertanyaan dan kemudian Rasulullah menjawab pertanyaan tersebut.
E.
Takhrij al-Hadits[10]
1.
Umar bin Al-Khaththab
رقم الراوي
|
|
اسم الراوي
|
|
النوع
|
رجل
|
الكنية
|
|
اسم الشهرة
|
|
النسب
|
|
الوصف
|
|
اللقب
|
|
النشاط
|
|
المذهب
|
|
الرتبة
|
|
الطبقة
|
|
سنة الوفاة
|
|
سنة الميلاد
|
|
عمر الراوي
|
|
الإقامة
|
|
بلد الوفاة
|
|
اختلاط تدليس
|
|
الأقرباء
|
|
||||
الموالي
|
|
روى له
|
البخاري مسلم
|
No. Periwayat : 5913
Gelar : Abu Hafsha
Tempat tinggal:
Madinah
Kerabat : ابن حنتمة بنت هاشم بن المغيرة
Nama perawi : Umar bin al-Khaththab bin Naqil
Nama terkenal: Umar bin al-Khaththab
Pangkat : Sahabat
Tempat wafat : Madinah
Keturunan : Madani, Qurasy
Kegiatan : Amirul Mu’minin
Tingkatan : 1
Umur : 63
2.
Abdullah bin Umar bin al-Khaththab
رقم الراوي
|
|
اسم الراوي
|
|
النوع
|
رجل
|
الكنية
|
|
اسم الشهرة
|
|
النسب
|
|
الوصف
|
|
اللقب
|
|
النشاط
|
|
المذهب
|
|
الرتبة
|
|
الطبقة
|
|
سنة الوفاة
|
|
سنة الميلاد
|
|
عمر الراوي
|
|
الإقامة
|
|
بلد الوفاة
|
|
اختلاط تدليس
|
|
الأقرباء
|
|
||||
الموالي
|
|
روى له
|
البخاري مسلم
|
No. Periwayat :4967
Gelar :Abu ‘Abdurrahman
Tempat tinggal:Madinah,
Makkah
Kerabat : Hafshah Ummul mu’minin, ibunya
Zainab binti Maz’un
Nama perawi : Abdullah bin Umar bin al-Kaththab
Nama terkenal:
Abdullah bin Umar al-‘Adwy
Pangkat : Sahabat
Tempat wafat : Makkah
Keturunan : Madani, Qurasy
Kegiatan : -
Tingkatan : 1
Umur : 87
3.
Yahya bin Ya’mar
رقم الراوي
|
|
اسم الراوي
|
|
النوع
|
رجل
|
الكنية
|
|
اسم الشهرة
|
|
النسب
|
|
الوصف
|
|
اللقب
|
|
النشاط
|
|
المذهب
|
|
الرتبة
|
|
الطبقة
|
|
سنة الوفاة
|
|
سنة الميلاد
|
|
عمر الراوي
|
|
الإقامة
|
|
بلد الوفاة
|
|
اختلاط تدليس
|
|
الأقرباء
|
|
||||
الموالي
|
|
روى له
|
البخاري مسلم
|
No. Periwayat : 8359
Gelar : Abu Sa’id, Abu Sulaiman, Abu
‘Adi
Tempat tinggal:
Bashrah
Kerabat :-
Nama perawi : Yahya bin Ya’mar al-Qaisy
Nama terkenal:-
Pangkat : Tsiqah
Tempat wafat : -
Keturunan : Bashry, Al-Qaisy
Kegiatan : Hakim
Tingkatan : 3
Umur :
4.
Abdullah bin Buraidah
رقم الراوي
|
|
اسم الراوي
|
|
النوع
|
رجل
|
الكنية
|
|
اسم الشهرة
|
|
النسب
|
|
الوصف
|
|
اللقب
|
|
النشاط
|
|
المذهب
|
|
الرتبة
|
|
الطبقة
|
|
سنة الوفاة
|
|
سنة الميلاد
|
|
عمر الراوي
|
|
الإقامة
|
|
بلد الوفاة
|
|
اختلاط تدليس
|
|
الأقرباء
|
|
||||
الموالي
|
|
روى له
|
البخاري مسلم
|
No. Periwayat :4740
Gelar :Abu Sahl
Tempat tinggal:Bashrah
Kerabat :
Nama perawi :Abdullah bin Buraidah bin Hasib bin Abdullah
bin Harits
Nama terkenal:Abdullah
bin Buraidah al-Aslamy
Pangkat : Tsiqah
Tempat wafat : Jawarasah
Keturunan : al-Aslamy
Kegiatan : Hakim
Tingkatan : 3
Umur : 100
5.
Kahmas
رقم الراوي
|
|
اسم الراوي
|
|
النوع
|
رجل
|
الكنية
|
|
اسم الشهرة
|
|
النسب
|
|
الوصف
|
|
اللقب
|
|
النشاط
|
|
المذهب
|
|
الرتبة
|
|
الطبقة
|
|
سنة الوفاة
|
|
سنة الميلاد
|
|
عمر الراوي
|
|
الإقامة
|
|
بلد الوفاة
|
|
اختلاط تدليس
|
|
الأقرباء
|
|
||||
الموالي
|
|
روى له
|
البخاري مسلم
|
No. Periwayat :6622
Gelar :Abu al-Hasan
Tempat tinggal:Bashrah
Kerabat : ‘iwan
Nama perawi : Kahmas bin al-Hasan
Nama terkenal:
Kahmas bin al-Hasan at-Taymi
Pangkat : Tsiqah
Tempat wafat : -
Keturunan : at-Taymi
Kegiatan :-
Tingkatan :5
Umur :-
6.
Mu’an bin Mu’az al-‘Anbary
رقم الراوي
|
|
اسم الراوي
|
|
النوع
|
رجل
|
الكنية
|
|
اسم الشهرة
|
|
النسب
|
|
الوصف
|
|
اللقب
|
|
النشاط
|
|
المذهب
|
|
الرتبة
|
|
الطبقة
|
|
سنة الوفاة
|
|
سنة الميلاد
|
|
عمر الراوي
|
|
الإقامة
|
|
بلد الوفاة
|
|
اختلاط تدليس
|
|
الأقرباء
|
|
||||
الموالي
|
|
روى له
|
البخاري مسلم
|
No. Periwayat :7561
Gelar :Abu Matsna, Abu Hani’
Tempat tinggal:Bashrah
Kerabat :Ubaidillah
Nama perawi :Mu’az bin Mu’az bin Nashr bin Hasan bin Huri
bin Malik bin Khasykhasy
Nama terkenal:
Mu’az bin Mu’az al-‘Anbary
Pangkat : Tsiqah Mutaqan
Tempat wafat : Bashrah
Keturunan : al-‘Anbary
Kegiatan : Hakim
Tingkatan : 8
Umur : 77
7.
Ubaidillah bin Mu’az al-‘Anbary
رقم الراوي
|
|
اسم الراوي
|
|
النوع
|
رجل
|
الكنية
|
|
اسم الشهرة
|
|
النسب
|
|
الوصف
|
|
اللقب
|
|
النشاط
|
|
المذهب
|
|
الرتبة
|
|
الطبقة
|
|
سنة الوفاة
|
|
سنة الميلاد
|
|
عمر الراوي
|
|
الإقامة
|
|
بلد الوفاة
|
|
اختلاط تدليس
|
|
الأقرباء
|
|
||||
الموالي
|
|
روى له
|
البخاري مسلم
|
No. Periwayat :5435
Gelar :Abu ‘Amru
Tempat tinggal:Bashrah
Kerabat :-
Nama perawi : Ubaidillah bin Mu’az bin Mu’az bin Nashr
Nama terkenal:Ubaidillah
bin Mu’az al-‘Anbary
Pangkat :Tsiqah Hafiz
Tempat wafat :Bashrah
Keturunan :al-‘Anbary, al-Bashry
Kegiatan :-
Tingkatan :10
Umur :-
8.
Waki’
رقم الراوي
|
|
اسم الراوي
|
|
النوع
|
رجل
|
الكنية
|
|
اسم الشهرة
|
|
النسب
|
|
الوصف
|
|
اللقب
|
|
النشاط
|
|
المذهب
|
|
الرتبة
|
|
الطبقة
|
|
سنة الوفاة
|
|
سنة الميلاد
|
|
عمر الراوي
|
|
الإقامة
|
|
بلد الوفاة
|
|
اختلاط تدليس
|
|
الأقرباء
|
|
||||
الموالي
|
|
روى له
|
البخاري مسلم
|
No. Periwayat :8160
Gelar : Abu Sufyan
Tempat tinggal:
Kufah
Kerabat : Saudara Malih, ayah dari Sufyan
Nama perawi : Waki’ bin Jirah bin Malih bin Adi bin Fars
bin Jamjah
Nama terkenal:
Waki’ bin Jirah ar-Ruasy
Pangkat : Tsiqah Hafiz Imam
Tempat wafat : Fid
Keturunan :ar-Ruasy, al-Kufy
Kegiatan :
Tingkatan : 9
Umur :68
9.
Abu Khaitsamah Zuhair bin Harb
رقم الراوي
|
|
اسم الراوي
|
|
النوع
|
رجل
|
الكنية
|
|
اسم الشهرة
|
|
النسب
|
|
الوصف
|
|
اللقب
|
|
النشاط
|
|
المذهب
|
|
الرتبة
|
|
الطبقة
|
|
سنة الوفاة
|
|
سنة الميلاد
|
|
عمر الراوي
|
|
الإقامة
|
|
بلد الوفاة
|
|
اختلاط تدليس
|
|
الأقرباء
|
|
||||
الموالي
|
|
روى له
|
البخاري مسلم
|
No. Periwayat :3036
Gelar : Abu Khaitsamah
Tempat tinggal:Baghdad
Kerabat : Muhammad bin Ahmad bin Zuhair,
Ahmad bin Zuhair
Nama perawi : Zuhair bin Harb bin Syidad
Nama terkenal:
Zuhair bin Harb al-Harsy
Pangkat :Tsiqah tsabit
Tempat wafat :Baghdad
Keturunan :al-Harsy, an-Nasa’i
Kegiatan :
Tingkatan :10
Umur :
F.
Fahmul al-Hadits
1.
Memperindah pakaian dan penampilan. Disunnahkan memakai
pakaian yang bersih dan memakai minyak wangi ketika masuk masjid, menghadiri
majlis ulama dan sopan santu ketika berhadapan dengan para ulama. Sesugguhnya
Jibril datang sebagai guru yang mengajar manusia dengan penampilan dan tutur
katanya.
2.
Apa itu Islam? Islam menurut bahasa: tunduk dan berserah
diri sepenuhnya kepada Allah. Sedang menurut syariat adalah yang ditegakkan di
atas lima pondasi, yaitu: bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad
utusan Allah; mendirikan shalat pada waktunya dengan menyempurnakan seluruh
rukun dan syaratnya, melaksanakan seluruh sunnah dan adabnya; mengeluarkan
zakat; berpuasa di bulan Ramadhan; haji ke Baitullah sekali dalam seumur hidup
bagi yang mampu, yaitu mampu menempuh perjalanan dengan memiliki bekal,
kendaraan, dan memenuhi kebutuhan keluarga yang ditinggalkan.
3.
Apa itu iman? Iman menurut bahasa yakin. Sedangkan
menurut syariat adalah keyakinan yang kokoh akan keberadaan Allah sebagai
Pencipta dan bahwa Dialah satu-satu Dzat yang berhak diibadahi.
Membenarkan adanya makhluk Allah
berupa malaikat, mereka adalah makhluk yang dimuliakan, tidak bermaksiat
terhadap Allah dan mengerjakan apa yang diperintahkan. Allah menciptakan mereka
dari cahaya, tidak makan, tidak disifati dengan laki-laki atau perempuan, tidak
mempunyai keturunan, dan tidak ada yang mengetahui jumlah mereka kecuali Allah.[11]
Cara beriman kepada mereka ialah
kita harus percaya kepada mereka yang nama-namanya disebutkan. Kepada mereka
yang tidak disebutkan, kita cukup mengimani secara global. Kewajiban kita
terhadap malaikat ialah harus mempercayai
dan mencintai mereka, karena mereka adalah hamba Allah yang selalu
menjalankan perintahnya.[12]
Allah berfirman
¼ã&s!ur `tB Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur 4 ô`tBur ¼çnyZÏã w tbrçÉ9õ3tGó¡o ô`tã ¾ÏmÏ?y$t7Ïã wur tbrçÅ£óstGó¡t ÇÊÒÈ
tbqßsÎm7|¡ç @ø©9$# u$pk¨]9$#ur w tbrçäIøÿt ÇËÉÈ
“ dan
kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi. dan malaikat-malaikat yang
di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada
(pula) merasa letih. mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada
henti-hentinya.” (QS. al-Anbiyaa’
[21]:19-20).
Membenarkan kitab-kitab samawi yang
diturunkan Allah yang berisikan syariat-Nya sebelum diubah oleh tangan-tangan
jahat manusia. Membenarkan para rasul yang dipilih Allah untuk menunjuki
manusia ke jalan yag benar, diturunkan kepada mereka kitab samawi, dan meyakini
bahwa para rasul adalah orang-orang yang terpelihara dari dosa
Membenarkan adanya hari akhir. Pada
hari itu Allah membangkitkan seluruh manusia dari alam kubur, menghisab seluruh
amal mereka, jika baik dibalas dengan kebaikan dan jika buruk dibalas dengan
siksa-Nya.
Membenarkan bahwa semua yang terjadi
di alam ini adalah karena takdir dan kehendak Allah demi hikmah yang
diketahui-Nya. Inilah rukun iman. Siapa-siapa yang meyakininya, ia akan
selamat. Siapa-siapa yang menentangnya, maka ia akan merugi. Allah berfirman:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãYÏB#uä «!$$Î/ ¾Ï&Î!qßuur É=»tFÅ3ø9$#ur Ï%©!$# tA¨tR 4n?tã ¾Ï&Î!qßu É=»tFÅ6ø9$#ur üÏ%©!$# tAtRr& `ÏB ã@ö6s% 4 `tBur öàÿõ3t «!$$Î/ ¾ÏmÏFs3Í´¯»n=tBur ¾ÏmÎ7çFä.ur ¾Ï&Î#ßâur ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# ôs)sù ¨@|Ê Kx»n=|Ê #´Ïèt/ ÇÊÌÏÈ
“Wahai
orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan
kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah
turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian,
Maka Sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.”(QS. an-Nisa [4]: 136).
4.
Islam dan iman. Dari pembahasan di atas dapat diketahui
bahwa Islam dan iman adalah dua hakikat yang berbeda, dan ini kaidah dasar
dalam setiap nama yang berbeda. Namun adakalanya syariat memperluasnya dengan
menyebutkan salah satunya untk menunjukkan keduanya. Tidak ada iman tanpa Islam
dan tidak ada artinya Islam tanpa adanya iman. Keduanya saling berkaitan erat,
karena iman itu mesti ada di dalam hati dan amal dikerjakan oleh anggota badan.
5.
Apa itu Ihsan? Ihsan adalah Ikhlas dan berbuat sebaik
mungkin; yaitu mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah dengan menyempurnakan
pelaksanaanya seakan-akan kamu melihat Allah saat beribadah. Jika tidak mampu
yang demikian, maka ingatlah bahwa Allah menyaksikan perkara yang kecil dan
yang besar yang ada pada dirimu. [13]
6.
Hari kiamat dan tanda-tandanya. Pengetahuan tentang
terjadinya hari kiamat adalah hanya ada pada Allah. Tidak ada satu pun makhluk
yang mengetahuinya, baik dari para malaikat maupun para nabi. Oleh karena itu
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Salam berkata kepada Jibril,”orang
yang ditanya tidak lebih tahu daripada orang yang bertanya.” Tetapi beliau
menjawabnya dengan menjelaskan sebagian tanda-tandanya yang akan terjadi
sebelumnya dan yang menunjukkan sudah dekatnya waktu kiamat; yaitu
a.
Rusaknya zaman dan merosotnya akhlak, dimana banyak anak
yang durhaka kepada orangtuanya. Mereka memperlakukan keduanya bagaikan seorang
tuan memperlakukan budaknya
b.
Terbalik dan kacau balau berbagai urusan sehingga
masyarakat kelas bawah menjadi pemimpin dan penguasa, dan urusan diserahkan
kepada yang bukan ahlinya, melimpahnya harta di tangan manusia, merebaknya
kemewahan dan berlebihan. Orang-orang bangga dengan bangunan, banyak kesenangan
dan sarana kehidupan. Orang-orang fakir dan sengsara mengatur kehidupan dan
menguasai kehidupan manusia. Mereka hidup dari kebaikan orang-orang desa dan
sekitarnya.
7.
Bertanya tentang ilmu. Seorang muslim akan bertanya
tentang sesuatu yang bermanfaat, baik bagi kehidupan di dunia maupun untuk
kehidupan di akhirat. Sebagaiman orang yang menghadiri suatu majlis dan
menangkap bahwa orang-orang ingin mengetahui suatu permasalahan, tetapi tidak
ada seorangpun dari mereka yang berani
mengajukan pertanyaan, maka hendaklah dia bertanya walaupun dia telah
mengetahuinya sehingga orang lainmendapatkan manfaat dari pertanyaan tersebut.
Siapa yang ditanya tentang sesuatu, tepai dia tidak mengetahui jawabannya, maka
hendaklah dia mengatakan,”sata tidak mengetahui jawabannya.” Hal itu sebagai
tanda sifat wara’ takwa, dan kebenaran ilmu yang dimilikinya.[14]
G.
Ruang Lingkup Pendidikan Islam
Kajian tentang Iman, Islam
dan Ihsan merupakan pokok (rukun) agama. Ketiga hal ini merupakan hal yang prinsip dalam ajaran
agama Islam, Ketiga aspek tersebut harus ada dalam setiap pribadi umat, karena
ketiga-tiganya saling berkaitan, untuk mencapai muslim yang sejati.[15]
1.
Islam
Islam (Al-Islam) memiliki beberapa
arti, yakni:
a.
Dari
kata Aslama – Yuslimu – Islaman, berarti memelihara dalam keadaan
selamat, damai dan sejahtera. [16] Maksudnya, islam itu mengajarkan perdamaian
bagi umatnya dan dengan kedamaian tersebut
islam akan menjadi petunjuk bagi manusia untuk memperoleh keselamatan
dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat.
b.
Dari
kata Salima – Yuslamu, yang berarti menyerahkan diri, taat, patuh dan
tunduk. [17]
Maksudnya, orang yang telah menyatakan dirinya masuk islam berarti telah
menyatakan dirinya untuk taat, patuh, dan berserah diri serta tunduk kepada
Allah
Dari dua asal kata tersebut, maka islam berarti
memelihara diri agar berada dalam keadaan selamat dan sejahtera dengan cara
menyerahkan diri, taat, dan patuh serta tunduk kepada Allah untuk memperoleh
kebahagian hidup di dunia dan di akhirat.
Islam di sini sebenarnya sudah dimulai pengakuan keimanan
membaca dua kalimat syahadat. Setelah seseorang itu beriman, baru mau
melaksanakn perintah-perintah agama seperti shalat, puasa, zakat, dan haji.
Islam adalah melakukan lima perkara tersebt disebut dengan rukun Islam.[18]
Sebagaimana yang diriwayatkan Rasulullah dalam sebuah hadits;
حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى ، قَالَ : أَخْبَرَنَا حَنْظَلَةُ بْنُ أَبِي سُفْيَانَ ، عَنْ عِكْرِمَةَ بْنِ خَالِدٍ ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ ، شَهَادَةِ أَنْ
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ
الصَّلَاةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ
" .
“Telah
bercerita kepada kami Ubaidillah bin Musa, ia berkata,”telah dikabarkan kepada
kami dari Hanzhalah bin Abi Sufyan, dari Ikrimah bin Khalid, dari Abdullah bin
Umar Radhiyallahu anhuma, ia bercerita ,aku pernha mendengar Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Salam bersabda, “Islam dibangun di atas lima pilar, yakni
bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah,
mendirikan shalat, menunaikan zakat, pergi haji, dan puasa Ramadhan.” (HR. Bukhari).[19]
Islam dibangun atas lima pilar. Maksudnya siapa yang
membangun kelima pilar tersebut berarti Islam nya sempurna. Sebagaimana
bangunan rumah yang sempurna karena sendi-sendinya, begitu pula Islam sempurna
karena kelima rukunnya.[20]
2.
Iman
Dari segi
bahasa iman berasal dari kata Amana –
yu’minu – imanan yang berarti percaya. Menurut istilah, iman berarti
membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan lisan dan melakukan dengan anggota
badan.[21] Ketika ditanya tentang iman, Rasulullah SAW.
bersabda:
“Iman itu ialah
bahwa engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, hari
akhir, dan hendaknya engkau beriman kepada Qadar ketentuan baik dan buruk. (HR. Bukhari)
Percaya itu pekerjaan hati, oleh karena ituberiman itu tempatnya dalam hati
yaitu mengetahui secara yakin dan diikrarkan kepada orang lain sebagaimana
dalam syahadat. Faktor-faktor yang diimani ada enam perkara disebut dengna
rukun iman.[22]
Bila kata iman itu dikaitkan atau dihubungkan dengan kata islam atau amal
shaleh, maka yang dimaksud dengannya ialah apa yang di dalam hati berupa iman[23]. Adapun tingkatan-tingkatan iman itu adalah
sebagai berikut:
a.
Tingkatan
yakin (mengenal), yaitu suatu keyakinan yang didapat dari ilmu dan
pengetahuannya. Pada tingkatan pertama ini, seseorang baru mengenal sesuatu
yang diimani.
b.
Tingkatan
ainul yakin (kesadaran), pada tingkatan ini, iman seseorang sudah lebih tinggi,
karena sesuatu yang diimani didasari oleh alasan-alasan tertentu.
c.
Tingkatan
haqqul yakin, tingkatan ini adalah tingkatan yang paling tinggi. Seseorang
mengimani sesuatu tidak hanya mengetahui dengan alasan-alasan tertentu, tetapi
dibarengi dengan ketaatan dan sikap berserah diri kepada Allah. Tingkatan ini
merupakan tingkatan tanpa keragu-raguan, kendati yang kita percayai tidak dapat
diraba dengan tangan.
Terkadang iman dan Islam juga berbeda ketika terpisah, karena iman
perbuatan batin tidak bisa dibohongi sedangkan Islam perbuatan lahir bisa
dibohongi, misalnya seseorang bisa berpura-pura Islam, pura-pura shalat, dan
lain-lain. Sebagian ulama mengatakan:
لا يقبل إيمان بلا إسلام ولا إسلام
بلا إيمان
“iman tidak diterima tanpa Islam, dan Islam juga tidak
diterima tanpa iman.”[24]
Allah Subhana wa Ta’ala berfirman:
* ÏMs9$s% Ü>#{ôãF{$# $¨YtB#uä ( @è% öN©9 (#qãZÏB÷sè? `Å3»s9ur (#þqä9qè% $oYôJn=ór& $£Js9ur È@äzôt ß`»yJM}$# Îû öNä3Î/qè=è% ( bÎ)ur (#qãèÏÜè? ©!$# ¼ã&s!qßuur w Nä3÷GÎ=t ô`ÏiB öNä3Î=»yJôãr& $º«øx© 4 ¨bÎ) ©!$# Öqàÿxî îLìÏm§ ÇÊÍÈ
“orang-orang Arab
Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum
beriman, tapi Katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke
dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan
mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang."(QS. al-Hujurat [49]:14).
3.
Ihsan
Ihsan artinya berbuat baik. Ihsan menurut istilah adalah berbakti
dan mengabdikan diri kepada Allah SWT. dengan dilandasi kesadaran dan
keikhlasan.[25]
Dalam sebuah hadits, Rasulullah ditanya perihal Ihsan, beliau menjawab:
“Ihsan itu adalah bahwa engkau
menyembah Allah, seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak mampu
berbuat seolah-olah melihat-Nya, maka ketahuilah bahwa Dia melihatmu.” (HR.
Bukhari-Muslim)
Ihsan ada 4 macam, yaitu:
a.
Ihsan
terhadap Allah, yakni menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala
larangan-Nya
b.
Ihsan
terhadap diri sendiri, yakni menjalankan segala sesuatu yang mendatangkan
kebaikan bagi dirinya dan sebaliknya menghindari segala perbuatan yang
merugikan dirinya.
c.
Ihsan
terhadap sesama manusia, yakni berbuat baik kepada sesama manusia berdasarkan
keturunan, tetangga, kerabat, maupun sesama.
d.
Ihsan
terhadap makhluk lain, yakni berbuat baik terhadap lingkungan dengan cara mengolah
dan menjaga kelestariannya.
Abdul A’la Al
Maududi ( pemikir Islam pada abad ini) menerangkan hakikat hubungan antara iman
dengan islam sebagai berikut: “Hubungan antara Iman dengan Islam itu laksana
hubungan pohon kayu dan uratnya, pohon kayu tidak dapat tumbuh tanpa uratnya.
Demikian pulalah mustahil bagi seseorang yang tidak memiliki iman untuk menjadi
dirinya sebagai muslim.”[26]
Sedangkan
hubungan antara iman, islam, dan ihsan itu sama halnya segitiga samasisi,
dimana hubungan sisi yang satu dengan sisi yang lainnya sangat erat. Segitiga
tersebut tidak akan berbentuk jika ketiga sisinya tidak saling berkaitan. Orang
yang bertakwa itu ibarat segitiga tersebut yang sisi-sisinya terdiri atas Iman,
Islam, dan Ihsan. Adapun ciri-ciri ketiganya ialah iman menekankan pada segi
keyakinan di dalam hati, Islam merupakan sikap untuk berbuat atau beramal,
sedangkan Ihsan merupakan pernyataan dalam bentuk tindakan nyata atau merupakan
ukuran tebal tipisnya iman dan islamnya seseorang.[27]
Dalam islam terdapat tiga unsur
yang mesti berjalan serasi, tak boleh tempang antara: pengakuan lisan,
kebenaran hati dan pelaksanaan secara nyata dalam amal perbuatan. Apa yang
dipercaya hendaklah secara nyata dibuktikan; antara ikrar lisan bersesuaian
dengan perbuatan. Bila perbuatan tidak sesuai dengan apa yang diucapkan, hal
itu bukanlah perbuatan yang muncul dari iman, karena iman seharusnya
menampilkan hal-hal positif yang seirama dengan detik hati dan ucapan.[28]
Dengan demikian, untuk menuju kepada islam, iman dan ihsan
haruslah melalui proses tarbiyah, ta’lim, ta’dib dan tahzib. Kita akan
mendapatkan tingkatan ihsan jika sudah melalui proses-proses tersebut. Karena
dengan proses tarbiyah, ta’lim, ta’dib tahzib ini lah akan melahirkan perbuatan
baik yang beradab dan beramal shaleh.
H.
Kesimpulan
Dari hadits tersebut dapat kita ketahui bahwa ruang
lingkup pendidikan Islam adalah:
1.
Tujuan
2.
Kurikulum
3.
Metode
4.
Pendidik
5.
Peserta didik
6.
Materi
7.
evaluasi
Dalam
islam terdapat tiga unsur yang mesti berjalan serasi, tak boleh tempang antara:
pengakuan lisan, kebenaran hati dan pelaksanaan secara nyata dalam amal
perbuatan. Apa yang dipercaya hendaklah secara nyata dibuktikan; antara ikrar
lisan bersesuaian dengan perbuatan. Bila perbuatan tidak sesuai dengan apa yang
diucapkan, hal itu bukanlah perbuatan yang muncul dari iman, karena iman
seharusnya menampilkan hal-hal positif yang seirama dengan detik hati dan
ucapan.
Dengan
demikian, untuk menuju kepada islam,
iman dan ihsan haruslah melalui proses tarbiyah, ta’lim, ta’dib dan tahzib.
Kita akan mendapatkan tingkatan ihsan jika sudah melalui proses-proses
tersebut. Karena dengan proses tarbiyah, ta’lim, ta’dib tahzib ini lah akan
melahirkan perbuatan baik yang beradab dan beramal shaleh.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
A. Zainuddin,
Al-Islam 1 (Aqidah dan Ibadah), Bandung:
CV. Pustaka Setia,. 1999.
Abdul Majid dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan
Islam, Jakarta: Kencana, 2010.
Abdul Majid Khon, Hadis Tarbawy, Jakarta: Kencana,
2012.
Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu
Pendidikan Islam, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012.
http://Islamweb.net, Takhrij al-Hadits Online, pada tanggal 17 April
pukul 20.35 WIB.
Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, terj. Agus
Ma’mun,dkk., Jakarta: Darus Sunnah, 2004.
Imam Nawawi, Syarah Arba’in Nawawiyah, terj. Abdul
Rasyad Shiddiq, Jakarta: Akbar Media, 2010.
Joni Hariadi, “Pengertian
Iman Islam dan Ihsan”, http://alazabut.blogspot.com/2012/06/pengertian-tentang-iman-islam-dan-ihsan.html, pada tanggal 17 April 2017 pukul 14.00 WIB.
Kaelany. Islam,
Iman, dan Amal Saleh. Jakarta: Rineka Cipta,
2000.
Kahar Masyhur, Membina
Islam dan Iman, Jakarta: Kalam Mulia,
1988.
Mahmud Yunus, Kamus
Arab Indonesia, Jakarta:
PT. Mahmud Yunus Wa Dzurriyyah, 2007.
Musthafa Dieb al-Bugha dan Muhyidin Mistu, al-Wafi
Syarah Hadits Arbain Imam An-Nawawi, Jakarta: Pustaka al-Kautsar
Peter Salim dan Yenni Salim, Kamus Bahasa Indonesia
Kontemporer, Jakarta: Modern English Press, 2002.
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka, 1982.
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2004.
[3] Peter Salim
dan Yenni Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta: Modern
English Press, 2002, h. 877.
[5] Haitami
Salim dan Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam, Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2012, h. 33.
[9]
Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, terj. Agus Ma’mun,dkk., Jakarta:
Darus Sunnah, 2004 , 348-349.
[11] Musthafa
Dieb al-Bugha dan Muhyidin Mistu, al-Wafi Syarah Hadits Arbain Imam
An-Nawawi, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, h. 14.
[12]
Imam Nawawi, Syarah Arba’in Nawawiyah, terj. Abdul Rasyad Shiddiq,
Jakarta: Akbar Media, 2010, h. 48.
[15]Joni Hariadi, “Pengertian Iman Islam dan Ihsan”, http://alazabut.blogspot.com/2012/06/pengertian-tentang-iman-islam-dan-ihsan.html, pada tanggal 17 April 2017 pukul 14.00 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar