umroh 2013

umroh 2013
me n sis

Sabtu, 27 Desember 2014

Sinopsis Pendidikan Agama Islam



STRATEGI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM  DALAM MEMBENTUK
AKHLAK SANTRI BARU DI MADRASAH TSANAWIYAH
PONDOK PESANTREN BAHRUL ULUM PANTAI RAJA

A.    Latar Belakang Masalah
Salah satu dimensi manusia yang sangat diutamakan dalam pendidikan Islam adalah akhlak.
Pendidikan agama berkaitan rapat dengan pendidikan akhlak. Tidak berlebih-lebihan kalau kita katakan bahwa pendidikan akhlak dalam pengertian Islam adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pendidikan agama. Sebab yang baik adalah yang dianggap baik oleh agama dan yang buruk adalah yang dianggap buruk oleh agama. Sehingga nilai-nilai akhlak, keutamaan akhlak dalam masyarakat Islam adalah akhlak dan keutamaan yang diajarkan oleh agama. Sehingga seorang muslim tidak sempurna agamanya bila akhlaknya tidak baik. Hampir-hampir sepakat filosof-filosof pendidikan Islam, bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam. Sebab salah satu tujuan terttinggi pendidikan Islam adalah pembinaan akhlak karimah.[1]
Menurut al-Ghazali, bahwa akhlak yang disebutnya dengan tabiat manusia dapat dilihat dalam dua bentuk, yaitu:
1.      Tabiat-tabiat fitrah, kekuatan tabiat pada asal kesatuan tubuh dan berkelanjutan selama hidup. Sebagian tabiat tersebut lebih kuat dan lebih lama dibandingkan dengan tabiat lainnya. Seperti tabiat syahwat yang ada pada manusia sejak ia dilahirkan, lebih kuat dan lebih sulit diluruskan dan diarahakan dibanding tabiat marah.
2.      Akhlak yang muncul dari suatu perangai yang banyak diamalkan dan ditaati, sehingga menjadi bagian dari adat kebiasaan yang berurat nerakar pada dirinya.
Akhlak menurut pengertian Islam adalah salah satu hasil dari iman dan ibadat, karena iman dan ibadat manusia tidak sempurna kecuali kalau dari situ muncul akhlak mulia. Maka akhlak dalam islam bersumber pada iman dan taqwa dan mempunyai tujuan langsung, yang dekat yaitu harga diri dan tujuan jauh yaitu ridha Allah.[2]
Pembentukan karakter peserta didik menjadi acuan atau tujuan utama dalam dunia pendidikan. Guru atau seorang pendidik sangat berperan penting dalam membentuknya. Terutama guru yang mengajarkan ilmu Pendidikan Agama Islam. Materi Pendidikan Agama Islam diharapkan dapat membentuk akhlak al-karimah siswa seperti yang diharapkan oleh wali atau orang tua siswa.   
Pendidik berarti juga orang dewasa yang bertanggungjawab memberi pertolongan pada peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan emenuhi tingkat kedewasaannya, mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah swt. dan mampu melakukan tugas sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk individu yang mandiri.[3]
Kemajuan suatu bangsa tergantung kepada bagaimana pembinaan karakter peserta didik oleh pendidik. Guru dalam bidang agama ikut berkontribusi dalam pembentukan ini. Pendidikan Agama Islam mencakup kriteria yang dibutuhkan oleh kebutuhan masyarakat.
Santri baru di MTs Bahrul Ulum ini, berkisar umur 12-13 tahun. Pada umur ini, anak mulai mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, benar dan salah, fase baligh, atau tahap mukallaf, yaitu tahap berkewajiban menerima dan memikul beban tanggung jawab. Pada masa ini, anak sudah dapat dibina, dibimbing dan dididk untuk melaksanakan tugas-tugas menuntut komitmen dan tanggungjawab dalam arti luas.[4]
Akhlak yang diupayakan pembentukannya oleh peserta didik bukanlah hanya sekedar yang berkaitan dengan ucapan, sikap, dan perbuatan yang harus ditampakkan oleh peserta didik dalam pergaulan di sekolah dan di luar sekolah, melainkan berbagai ketentuan lainnya yang memungkinkan dapat mendukung efektifitas proses belajar-mengajar. Pengetahuan terhadap akhlak peserta didik ini bukan hanya perlu diketahui setiap peserta didik dengan tujuan agar menerapkannya, melainkan juga perlu diketahui oleh setiap pendidik, dengan tujuan dapat mengarahkan dan membimbing para peserta didik untuk mengikuti akhlak tersebut. [5]
Dewasa ini, peserta didik di Indonesia sudah mulai terkontambinasi dengan budaya barat. Peserta didik mulai acuh tak acuh dengan teman sebayanya, dan kepada orang yang lebih tua. Mereka benar-benar mulai sibuk mengurusi keinginan diri sendiri, dan nantinya akan berujung kepada perbuatan yang dilarang oleh Agama Islam. Permasalahan-permasalahan ini harus segera dibenahi. Maka dari itu, banyak orang tua memasukkan anak-anaknya ke pesantren agama secara utuh, baik kognitif, akhlak, spritual, dan skill.
Siswa baru merupakan bibit yang harus digarap dengan baik. Disinilah letak upaya guru PAI dalam membentuk akhlak al-Karimah siswa baru. Guru harus memberikan contoh yang baik. Guru PAI haruslah memiliki sifat-sifat yang seperti berikut;
1.      Mengajar dilakukan karena mencari keridaan Allah
2.      Penampilan lahiriyah menyenangkan
3.      Tidak mempunyai dosa besar
4.      Tidak sombong dan riya’
5.      Tidak memendam rasa dengki dan iri hati
6.      Tidak menyenagi permusuhan
7.      Ikhlas dalam melaksanakan tugas
8.      Sesuai perbuatan dan perkataan
9.      Tidak malu mengakui ketidaktahuan
10.  Bijaksana
11.  Tegas dalam perkataan dan perbuatan, tetapi tidak kasar
12.  Lemah lembut
13.  Pemaaf dan sabar
14.  Mempu mencintai murid seperti mencintai anak sendiri[6]
Menurut al-Ghazali, guru atau pendidik disebut sebagai orang besar yang aktivitasnya lebih baik daripada ibadah setahun, seperti yang telah Allah firmankan dalam surah at-Taubah ayat 122:
* $tBur šc%x. tbqãZÏB÷sßJø9$# (#rãÏÿYuŠÏ9 Zp©ù!$Ÿ2 4 Ÿwöqn=sù txÿtR `ÏB Èe@ä. 7ps%öÏù öNåk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ (#qßg¤)xÿtGuŠÏj9 Îû Ç`ƒÏe$!$# (#râÉYãŠÏ9ur óOßgtBöqs% #sŒÎ) (#þqãèy_u öNÍköŽs9Î) óOßg¯=yès9 šcrâxøts ÇÊËËÈ  
122. Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
Selanjutnya al-Ghazali menukilkan dari perkataan para ulama yang menyatakan bahwa pendidik adalah pelita segala zaman. Andaikata di dunia ini tidak ada pendidik, niscaya manusia seperti binatang, sebab:”pendidikan adalah upaya mengeluarkan manusia dari sifat kebinatangan (binatang buas maupun jinak) kepada sifat insaniyah atau ilahiyah.”[7]
Guru harus mengetahui dan memahami karakter setiap siswa yang dia bimbing. Terutama kepada siswa baru yang baru beradaptasi dengan sekolah agama yang ditempatinya.
Pesantren Bahrul Ulum adalah suatu lembaga pendidikan Islam yang bersandarkan kepada al-Quran dan Hadits. Pesantren ini bertujuan untuk membentuk generasi Islam yang kuat dan tidak lemah. Kuat dalam segala bidang, yakni Aqidah, Akhlak, dan Ibadah.
Guru-guru di Pesantren ini semua berupaya untuk membentuk akhlak karimah santri. Dimulai semenjak santri baru memasuki pondok pesantren. Pesantren ini memakai sistem asrama sehingga guru mudah mengawasi setiap apa yang dilakukan santri.
Guru PAI dituntut untuk bertanggungjawab kepada santri yang menjadi tanggungannya. Menurut Abdul Rahman al-Nahlawi tanggung jawab pendidik adalah mendidik individu supaya beriman kepada Allah dan melaksanakan syariat-Nya, mendidik diri supaya beramal sholih.[8]
Sekarang, teori tidaklah selalu sama dengan kenyataan yang ada. Peneliti melihat adanya kendala yang dihadapi guru dalam upaya  membentuk akhlak santri baru, berikut gejala-gejalanya:
1.      Guru belum memberikan contoh yang baik dalam bersikap
2.      Guru belum memberikan contoh yang baik dalam perkataan
3.      Santri baru masih canggung berhadapan dengan guru PAI
4.      Guru terfokus kepada bimbingan santri lama
5.      Guru belum mampu mencintai santri seperti mencintai anaknya sendiri
6.      Guru kurang fokus terhadap pembentukan akhlak santri baru
7.      Santri baru belum mempunyai sopan santun dalam bersikap kepada guru
8.      Santri baru belum mempunyai sopan santun dalam bersikap kepada kakak kelas
9.      Santri baru belum tahu cara berbicara dengan bahasa yang baik
Berdasarkan gejala-gejala di atas, dapat disimpulkan bahwa guru PAI sangat berperan penting dalam pembentukan akhlak santri baru, sehingga guru PAI berupaya dengan caranya bagaimana santri bisa mempunyai akhlak mulia. Dengan demikian peneliti tertarik dengan hal ini dan mengadakan penelitian dengan judul: “Strategi Guru Pendidikan Agama Islam dalam Membentuk Akhlak Santri Baru Di Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Bahrul Ulum Pantai Raja”.

B.     Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalahpahaman terhadap istilah yang digunakan dalam judul penelitian ini, maka peneliti merasa perlu untuk menegaskan istilah-istilah sebagai berikut :
1.      Strategi adalah usaha; ikhtiar (untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan, mencari jalan keluar, dsb).[9]
2.      Akhlak dalam perspektif Islam adalah semua sifat yang terjalin dalam perilaku yang diridhai oleh Allah swt. dan sekaligus juga al-Quran dan Sunnah yang memang menjadi sumber utama bagi nilai perilaku akhlak itu sendiri.[10]
3.      Santri menurut KBBI adalah orang yg mendalami agama Islam;  orang yg beribadat dengan sungguh-sungguh; orang yg saleh;

C.    Permasalahan
1.      Identifikasi Masalah
Sebagaimana dipaparkan dalam latar belakang masalah maka pokok permasalahan dalam penelitian ini dapat diidentifikan sebagai berikut :
a.       Mengapa akhlak santri baru masih belum sesuai dengan yang diharapkan?
b.      Bagaimana strategi guru PAI dalam membentuk akhlak santri baru?
c.       Apakah akhlak guru PAI berpengaruh pada salah satu proses pembentukan akhlak santri?
2.      Batasan Masalah
Mengingat banyaknya permasalahan yang mencangkup kajian ini, maka untuk mempermudah dalam melakukan penelitian ini, penulis membatasi masalah yang akan diteliti sehingga penelitian ini difokuskan pada upaya guru PAI dalam membentuk akhlak santri baru di Madrasah Tsanawiyah Pesantren Bahrul Ulum.
3.      Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:
a.       Bagaimana strategi guru PAI dalam membentuk akhlak santri baru?
b.      Adakah pengaruh akhlak guru terhadap pembentukan akhlak santri baru di Madrasah Tsanawiyah Pesantren Bahrul Ulum Pantai Raja?
D.    Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.      Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi guru PAI dalam membentuk akhlak santri baru di Madrasah Tsanawiyah Pesantren Bahrul Ulum Pantai Raja.
2.      Kegunaan Penelitian
Hasil-hasil penelitian diharapkan bermanfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.       Sebagai persyaratan menyelesaikan studi ditingkat S1 Fakultas Tarbiyah dan Keguruan.
b.      Penelitian ini merupakan salah satu usaha untuk menambah wawasan dan memperluas ilmu pengetahuan penulis.
c.       Sebagai sumbangan pikiran penulis dalam Pendidikan Agama Islam di UIN Suska Riau.
d.      Sebagai bahan informasi bagi guru Qur’an Hadis tentang upaya guru PAI dalam membentuk

E.     Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Bahrul Ulum Pantai Raja.

F.     Subjek dan Objek Penelitian
Sebjek dari penelitian ini adalah Guru Pendidikan Agama Islam kelas VII T.A 2014/2015 yang melaksanakan pembelajaran di Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Bahrul Ulum Pantai Raja.
Sedangkan objek dari penelitian ini adalah akhlak santri kelas VIII T.A 2014/2015 yang melaksanakan pembelajaran  di Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Bahrul Ulum Pantai Raja.
G.    Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dan sampel penelitian adalah santri baru Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Bahrul Ulum Pantai Raja Kelas VII yang keseluruhannya berjumlah 90 orang siswa. Sehubung dengan besarnya populasi, sementara kemampuan penulis terbatas untuk meneliti seluruhnya, maka atas pertimbangan tersebut, dalam penelitian ini, penulis mengadakan penarikan sampel secara acak tiap-tiap kelas diambil sampel 50% yang untuk diteliti, maka teknik penarikan sampel adalah Simple Random Sampling, yang berjumlah sampelnya 10, 15, 20 orang dari kelas VII.
H.    Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka penulis menggunkan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a.       Observasi digunakan untuk memperoleh data tentang strategi guru dalam membentuk akhlak santri baru di Pesantren Bahrul Ulum Pantai Raja.
b.      Angket dalam penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan data santri baru tentang keseharian santri menjalani hidup di pesantren.
c.       Wawancara dalam penelitian ini untuk mengetahui secara langsung bagaimana perkembangan akhlak santri baru di Madrasah Tsanawiyah Pesantren Bahrul Ulum Pantai Raja. Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatakan seseorang yang ingin memperoleh imformasi atau keterangan dengan cara mengajukan petanyaan-pertanyaan sambil bertatap muka antara pewancara dengan responden.[11]

I.       Teknik Analisi Data
Teknik analisis data digunakan untuk mengetahui ada atau tidak, pengaruh pembiasaan resitasi terhadap kemampuan hafalan surat pendek pada siswa di Madrasah Tsanawiyah Pesantren Bahrul Ulum Pantai Raja adalah “Teknik Korelasi Product Moment”, dengan rumus sebagai berikut:
N  XY  ( ) ( )
                              r
                                     

Keterangan :
r  : Angka index korelasi “r” product moment .
N      : Number of class
 Jumlah hasil perkalian antara skor X dan Y
 X : Jumlah seluruh skor X
 Y : Jumlah seluruh skor Y



















Daftar Pustaka
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002.

Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan islam, Jakarta: Kencana, 2008.

Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan islam, Jakarta: Kencana, 2010.

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: PT Rmaja Rosdakarya.

Kamus Besar Bahasa Indonesia

Amril, Akhlak Tasawuf, Pekanbaru: Penerbit Program PascaSarjana, 2007.

Burhan Bugin, Metodologi Penelitian Sosial, Format Kuantatif dan Kualitatif, (Surabaya: Erlangga Universita Press, 2002).  




[1] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002, h. 89.
[2] Ibid, h. 89.
[3] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan islam, Jakarta: Kencana, 2008, h. 87.
[4] Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan islam, Jakarta: Kencana, 2010, h. 176.
[5] Ibid., h.181.
[6] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: PT Rmaja Rosdakarya, h. 82-83.
[7] Ibid,  h. 89.
[8] Ramayulis, op.cit. h. 63.
[9] Kamus Besar Bahasa Indonesia
[10] Amril, Akhlak Tasawuf, Pekanbaru: Penerbit Program PascaSarjana, 2007, h. 7
[11] Burhan Bugin, Metodologi Penelitian Sosial, Format Kuantatif dan Kualitatif, (Surabaya: Erlangga Universita Press, 2002), h. 133.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar