umroh 2013

umroh 2013
me n sis

Rabu, 24 Desember 2014

Pemikiran Hasan al-Banna



Kata Pengantar
Bismillahirrahmaanirrahim
Alhamdulillah segala puji bagi Allah, yang selalu melimpahkan kenikmatan, kesehatan lahir dan batin, sehingga kita semua masih dapat melakukan aktifitas seperti biasanya. Disamping itu, kami sebagai pemakalah juga bersyukur kepada Allah SWT. Sehingga kami dapat menyelasaikan makalah yang berjudul “Pemikiran Hasan al-Banna” sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Rasa terimakasih sebesar-besarnya kepada dosen pengampu kami, yang selalu membimbing kami dan selalu memberikan kepada kami motivasi-motivasi untuk terus maju dalam hal pendidikan, dan untuk terus bertanya agar kami tahu apa yang tidak kami ketahui.
Ibu dosen selalu membimbing kami agar kami bisa berlatih berbicara di depan peserta belajar. Makalah ini kami buat dengan sepenuh hati dan dengan kesungguhan kami. Manusia selalu tidak akan pernah luput dari kesalahan. Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya, karena banyaknya kekurangan yang terdapat di makalah kami ini. Atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih
















Daftar Isi
Kata pengantar---------------------------------------------------------------------------------- 1
Daftar Isi------------------------------------------------------------------------------------------ 2
A.    Pendahuluan--------------------------------------------------------------------------- 3
B.     Riwayat hidup ------------------------------------------------------------------------- 3
C.    Ide-ide pembaharuan---------------------------------------------------------------- 5
Daftar Pustaka--------------------------------------------------------------------------------- 10



















Hasan Al-Banna[1]
A.    Pendahuluan
Bersamaan dengan Hasan al-Banna, Mesir sedang mengadakan perlawanan terhadap pendudukan Inggris, di penghujung abab XIX. Ide patriotisme yang dirintis oleh al-Tahtawi berkembang menjadi suatu gerakan pembaharuan. Usaha ini mengklaim sebagai wakil rakyat dipimpin oleh Sa’at Zaghlul (1859-1927) untuk menemui komisaris tinggi supaya pemerintah Inggris menghapus status protektorat terhadap negeri Mesir. Gerakan ini sangat besar artinya bagi perjuangan rakyat Mesir yang senantiasa mengharapkan kemerdekaan bagi negerinya.
Dalam sejarah, Sa’ad Zaghlul dianggap sebagai pemimpin nasional yang berhasil memperjuangkan kemerdekaan Mesir. Ide nasionalisme memandang Mesir sebagai tanah air mesti diperjuangkan oleh rakyat Mesir untuk kepentingan orang Mesir. Dengan berkembangnya ide nasionalisme ini rupanya faham agama sudah mulai diabaikan sebagai dasar kesatuan politik. Kesetiaan kepada agama Islam kelihatannya sudah kurang mendapat perhatian, karena desakan loyalitas kepada tanah air diprioritaskan. Keadaan seperti ini mendorong rakyat Mesir untuk terus melanjutkan perjuangan serta mengadakan pembaharuan. Gerakan ini sekaligus mengembalikan citra rakyat Mesir di entas Internasional.
Kelemahan umat islam di kala itu menyadarkan dunia Islam untuk bangkit dari kelalaiannya. Umat Islam perlu memikirkan bagaimana cara untuk meningkatkan kualitas dan kekuatan umat Islam kembali seperti pada masa Rasulullah SAW. Pelopor-pelopor pembaharuan mulai bermunculan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, seperti dalam bidang politik, agama, moral, sosial budaya, pendidikan, ekonomi, dan sebagainya. Hasan al-Banna adalah salah seorang dari mereka. Dia membawa ide-ide pembaharuan yang cukup mendapat perhatian serius di kalangan masyarakat pada masanya. [2]
B.     Riwayat Hidup Hasan al-Banna
Hasan al-Banna dilahirkan pada 1906 di al-Mahmudiyah, salah satu desa di wilayah al-Buhairah, Mesir. Beliau dibesarkan di tengah-tengah keluarga orang yang berilmu. Sejak kecil al-Banna dididik dalam lingkungan rumah tangga yang memiliki perpustakaan yang cukup lengkap. Ayahnya bernama al-Mukhlis Syaikh Ahmad Abdurrahman al-Banna, beliau terkenal dengan sebutan as-sa’aty. Beliau mengajarkan ilmu fiqih, tauhid, nahwu, hifzil quran, dan ilmu-ilmu lainnya. Beliau memiliki perpustakaan yang besar sehingga dengan tekun berhasil mengarang beberapa kitab seprti al-Bada al-Musnad dan beberapa bagian dari musnad imam empat, serta musnad Imam Ahmad yang berjudul al-fath al-rabbany fi tartibi musnad syaibaniy, serta syarahnya yang berjudul bulugh al-amami min asrar al-fathi al-rabbany.
Al-Banna memulai pendidikannya di madrasah al-Rasyad, pada madrasah tersebut beliau bersahabat dengan Syaikh Zahran. Setelah menyelesaikan pendidikan dari madrasah tersebut, beliau melanjutkan pada sekolah guru pertama di Damanhur dan Universitas Dar al-Ulum, Kairo. Pada tahun 1927, beliau lulu dengan predikat cumlaude. Setelah lulus, beliau diangkat menjadi seorang guru di lingkungan pendidikan, kemudian ditempatkan di kota ismailiyah. Aktivitasnya dimulai dari masjid ke masjid dan kedai-kedai kopi. Dengan bermodalkan kekarismatikan dan teknik dakwah yang dapat menyentuh para audiens, semakin banyak orang yang beragama Islam empati kepada beliau.
Dengan kecerdasannya, beliau melihat bahwa ada beberapa kelompok masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk mensukseskan misi dakwah. Masyarakat tersebut dapat diklasifikasikan dalam empat kelompok, yaitu pemuka agama, tokoh tarekat, tokoh masyrakat, dan para jamaah.
Beliau dalam menjalin hubungan dengan para pemuka agama, bersifat sangat santun dan hormat, hal ini dilakukan untuk menarik simpati para pemuka agama. Tidak jarang beliau memberikan hadiah sehingga terjalin hubungan yang baik dan harmonis. Hal ini sangat penting untuk membantu terwujudnya tujuan dakwah Ikhwanul Muslimin. Berkat kepiawaiannya, Hasan al-Banna berhasil menarik hati masyarakat, menyatukan mereka dalam sebuah perkumpulan dan menghidupkan semngat yang ada dalam dada mereka untuk menegakkan Islam.
Beliau sangat gigih dalam da’i dan politik. Pada saat belajar di sekolah menengah, ia sudah terpilih sebgai ketua jamiatul adabiyah yang bergerak dalam bidang karya tulis dan menjadi pemimpin jamial mukaramat yang merupakan perkumpulan pertaubatan.
Banyak sekali karya-karya beliau, yaitu:
1.      Allah fi al-‘aqidah al-islamiyyah;
2.      Ila al-thulab;
3.      Risalah al-aqaid;
4.      Qadhiyyatuna baina yadai al-ra’yi al-‘am al-mishri wa al’arabi wa al-islami wa al-dhamir al-insani al –alami;
5.      Risalah al-muktamar al-sadis;
6.      Majmu’at rasail al-imam al-syahid hasan al-banna;
7.      Nizam al-usar wa ar-risalah al-ta’lim;
8.      Al-mar’ah al-muslimah.[3]


C.    Ide-ide Pembaharuan Hasan Al-Banna
Pemikiran pembaharuan Hasan al-Banna berdasarkan atas keyakinan bahwa agama Islam adalah agama universal yang sesuai dengan perkembangan peradaban manusia, yang pada intinya dapat dikemukakan dalam 5 aspek:
1.      Bidang Agama
a)      Fiqih; menurut Hasan al-Banna, perbedaan pendapat dalam masalah fiqih hendaknya tidak menjadi sebab terjadinya perpecahan dalam agama, juga tidak membawa pada permusuhan dan saling membenci. Setiap mujtahid akan mendapatkan pahalanya. Selanjutnya al-Banna menjelaskan bahwa para sahabat Nabi berbeda pendapat dalam masalah furu’ fiqhiyyah, tetapi mereka tidak terpecah jamaahnya dan tidak terjadi kemarahan di antara mereka.
b)      Aqidah; dasar aqidah Islam dan seluruh hukum Islam menurut Hasan al-Banna ialah al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Selain aqidah Islam didasari oleh dua sumber itu, aqidah juga dikuatkan oleh akal dan ditetapkan oleh pandangan yang benar. Oleh sebab itu, Islam melarang bertaqlid dalam bertauhid dan umat Islam harus berpikir dalam memahami aqidah dan mengharapkan pertolongan Allah dalam memahami dasar-dasar agama sehingga dapat mencapai tingkat kesempurnaan. Dalam bidang ini, al-Banna berusaha keras untuk memurnikannya dari aspek syirik dan ia bermaksud untuk memberantas kemungkaran.
c)      Tasawuf; ada dua macam tasawuf menurut al-Banna, tasawuf yang dilaksanakan dengan baik dan yang dilaksanakan secara tidak baik.[4]
2.      Aspek politik
Hasan al-Banna bercita-cita mendirikan negara yang berdasarkan kepada al-Quran dan Hadits.
Gagasan al-Banna dapat dibuktikan dari bunyi suratnya kepada Raja Farouk yang menyatakan bahwa “di dunia ini, tidak ada sistem yang mampu mempersenjatai bangsa dalam kebangkitan kecuali Islam”. Kecenderungan Hasan al-Banna dalam ide pembaharuannya tentang aspek politik ini sangat realistis, sebab Islam adalah agama yang menyentuh segenap aspek kehidupan masyarakat. Hal ini dapat kita lihat dalam pernyataannya bahwa hukum Islam yang berkenaan dengan individu, keluarga, bangsa, masyarakat, pemerintahan, ikatan bangsa, dan lengkap adanya dan jauh lebih sempurna dari sekalian hukum yang pernah dikenal oleh manusia secara keseluruhan
Ide pembaharuan Hasan al-Banna dalam bidang politik pada dasarnya bukanlah untuk merebut kekuasaan dari tangan penguasa, akan tetapi semata-mata untuk menerapkan ajaran Islam dalam kehidupan masyarakat dan bernegara. Menurutnya pemerintah tidak mutlak diperintah oleh ulama atau tokoh partai Islam, akan tetapi siapa saja yang mempunyai kemampuan dan sanggup menerapkan ajaran Islam. Mesir sebenarnya sudah berdasarkan Islam, namun kenyataannya Islanm belum diterapkan sepenuhnya dalam kehidupan politik. Oleh sebab itu, ide pembaharuan Hasan al-Banna cenderung mendukung paradigma politik yang bebas dan bertanggungjawab terhadap realisasi ajaran Islam. Suatu tuntutan dan fenomena sejarah yang tidak dapat dielakkan oleh kenyataan historis bagi pembaharu-pembaharu Islam abad ke-20.
Ide untuk mewujudkan negara yang berdasarkan kepada Islam sebenarnya telah dilontarkan Jamaluddin al-Afghani dengan Pan-Islamismenya dan ide Rasyid Ridha dengan sistem kekhalifahannya. Ide politik Hasan al-Banna berdasarkan prinsip-prinsip Islam sangat mempengaruhi perilaku politik masyarakat. Prinsip ini bertentangan dengan politik rezim penguasa, akibatnya timbul pertentangan yang tajam menjurus ke tindak kriminal yang membawa korban bagi pihak pemerintah dan gerakan Ikhwanuk Muslimin (IM) di Mesir.
3.      Aspek Sosial
Ide pembaharuan Hasan al-Banna dalam bidang sosial senantiasa berpijak pada kondisi objektif masyarakat yang menyentuh dalam persoalan keadilan sosial dan kesetaraan. Dalam hal ini, Islam telah menetapkan peratuaran dasar mengenai kepentingan manusia atas prinsip salaing bekerjasama dan tolong-menolong dalam usaha memenuhi kebutuhan hidup. Prinsip semacam ini menurut Islam merupakan persaudaraan agamis dalam hal hak dan kewajiban sosial bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Menurut Hasan al-Banna, untuk meningkatkan kesejahteraan dan keadilan sosial masyarakat diperlukan adanya solidaritas sosial sesama umat islam berdasarkan al-qu’ran surat al-Hujurat ayat 10:
“orang-orang yang beriman antara satu dengan yang lainnya saling bersaudara”.
Apabila hal ini terwujud dengan baik, maka akan timbul suatu rasa persamaan yang lebih mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi dan golongan. Timbulnya kesadaran saling membantu serta memperjuangkan kepentingan bersama merupakan suatu peningkatan kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh anggota masyarakat. Dengan demikian, maka terhindarlah pola hidup yang menjurus kepada kepentingan yang individual serta terhindarnya jurang pemisah antara si kaya dan si miskin.
Untuk menciptakan kondisi sosial yang serasi dan mencerminkan aspek keadilan sosial, maka perlu ditumbuhkan kesadaran untuk mengeluarkan zakat dan wakaf di kalangan umat Islam. Zakat dan wakaf dari umat Islam dapat menjadi umber dana yang potensial yang dapat digunakan secara produktif bagi kesejahteraan umat, seperti pembangunan rumah sakit, lembaga pendidikan, modal perusahaan, modal usaha bagi fakir miskin, baitul mal, dan sebagainya. Salah satu aktivitas di bidang sosial yang dilaksanakan oleh Hasan al-Banna adalah serangkaian kegiatan sosial yang meliputi bidang kesehatan, seperti mendirikan klinik kesehatan dan rumah sakit, membangun masjid untuk tempat pertemuan masyarakat. Demikian pula, al-Banna aktif dalam perdagangan untuk membantu fakir miskin dan mendirikan organisasi wanita yang diberi al-Fatayat.
Mereka juga berusaha mengajarkan umat Islam berjuang melawan kemiskinan, kebiasaan-kebiasaan buruk serta mendorong kegiatan yang bermanfaat bagi peningkatan hidup umat Islam.
4.      Aspek ekonomi
Menyadari situasi perekonomian umat Islam pada waktu itu yang senantiasa bergantung kepada ekonomi asing, maka Hasan al-banna mengambil inisiatif untuk mendirikan perusahaan secara mandiri. Ia membangun pabrik pemintal benang dan perusahaan tenun, ia mengadakan percetakan surat kabar dan usha pertanian. Hasan al-Banna mengusulkan kepada pemerintah Mesir, seperti penguasaan sumber daya alam, penghapusan modal asing untuk kesejahteraan masyarakat Mesir sendiri.
Selanjutnya dia menyeru kepada pemerintah Mesir dan rakyatnya untuk mengkoordinir sumber daya alam yang ada dalam Mesir. Di samping itu juga menyarankan kepada pemerintah Mesir untuk membentuk undangpundangyang menjamin hak-hak petani dari tuan tanah dan hak-hak buruh dari pemilik perusahaan. Demikian juga, Hasan al-Banna menuntut kepada pemerintah untuk menghapus semua bentuk riba dan bunga bank. Untuk memperbaharui situasi dan kondisi perekonomian, maka umat Islam harus melepaskan diri dari ikatan imperialis dan golongan Yahudi lainnya.
Perkembangan sosial ekonomi perjuangan Hasan al-Banna ini dapat menyadarkan para pemikir muslim untuk menelusuri dan meneliti kepincangan/kemunduran sosial bagi umat Islam. Menurutnya, salah satu jalan atau cara untuk menanggulangi kemelut ini umat Islam harus menguasai dan mengambil alih teknologi perekonomian berdasarkan Islam.[5]
5.      Aspek pendidikan
a)      Konsep pendidikan
Konsep Hasan al-Banna tentang pendidikan meliputi dua sisi, yaitu pengembangan potensi jasmani, akal, dan hati, yang dimiliki manusia dan sekaligus sebagai pewarisan Kebudayaan Islam. Pendidikan dipandang sebagai proses aktualisasi potensi-potensi yang dimiliki anak didik dengan jalan mewariskan nilai-nilai ajaran Islam. Aktualisasi potensi-potensi yang dikehendaki oleh Hasan al-Banna adalah dapat melahirkan sosok individu yang memiliki kekuatan jasmani, akala, dan qalb guna mengabdi kepada Allah, serta mampu menciptakan lingkungan hidup yang damai dan tentram. Oleh karena itu, pendidikan menurut Hasan al-Banna harus berorientasi pada ketuhanan, bercorak universal dan terpadu, bersifat positif konstruktif, setra membentuk persaudaraan dan keseimbangan dalam hidup dan kehidupan manusia.
b)      Tujuan pendidikan
Menurut Hasan al-Banna, tujuan pendidikan pada tingkat individu mengarah pada beberapa hal, di anataranya;
1)      Setiap individu memiliki kekuatan fisik sehingga mampu mengahadapi berbagai kondisi lingkungan dan cuaca;
2)      Setiap individu memiliki ketangguhan akhlak sehingga mampu mengendalikan hawa nafsu dan syahwatnya;
3)      Memiliki wawasan luas sehingga mampu menyelesaikan persoalan hidup yang dihadapinya;
4)      Memiliki kemampuan bekerja dalam dunia kerjanya;
5)      Memiliki pemahaman aqidah yang benar;
6)      Memiliki kualitas beribadah sesuai dengan syariat Allah dan Rasulullah;
7)      Memiliki kemampuan untuk memerangi hawa nafsunya dan mengokohkan diri di atas syariat Allah melalui ibadah dan amal kebaikan;
8)      Memiliki kemampuan untuk senantiasa menjaga waktunya dari kelalaian dan perbuatan sia-sia;
9)      Setiap individu mampu menjadikan dirinya bermanfaat bagi orang lain.
c)      Materi pendidikan
Hasan al-Banna menjelaskan mengenai materi pendidikan ini meliputi materi pendidikan akal, jasmani, dan hati.
Pertama, materi pendidikan akal. Potensi akal merupakan potensi yang cukup urgen pada diri seseorang karena ia sebagai dasar pemberian beban hukum, dan sebagai tolok ukur penentuan balasan baik dan buruk bagi perbuatannya. Oleh karena itu, akal manusia membutuhkan beberapa materi ilmu pengetahuan agar mampu berfungsi sebagaimana mestinya. Hasan al-Banna memberikan perhatian yang cukup serius terhadap perkembangan akal anak didik. Ilmu pengetahuan agama dan cabang-cabangnya merupakan materi pendidikan yang dapat mengembangkan potensi akal anak didik.
Kedua, pendidikan jasmani. Potensi jasmani dengan anggotanya pada diri seseorang sangat membutuhkan pemeliharaan dan penambahan kualitas perkembangannya. Pemeliharaan kebersihan dan kesehatan terhadap semua anggota jasmani merupakan wujud nyata dari pendidikan jasmani.
Ketiga, materi pendidikan hati. Potensi qalb atau hati pada anak didik menjadi perhatian penting dalam pendidikan Hasan al-Banna, karena salah satu tujuan dari pendidikan adalah menghidupkan hati, membangaun, dan menyuburkannya. Kekerasan dan kebekuan hati merupakan  penghambat dalam memperoleh ilmu pengetahuan, yang tujuannya adalah untuk mencapai ma’rifatullah.
d)      Metode Pendidikan
Hasan al-Banna menawarkan 6 metode pendidikan, yaitu:
1)      Metode diakronis, yaitu suatu metode pengajaran yang menonjolkan aspek sejarah;
2)      Metode sinkronik-analitik, yaitu metode pendidikan yang memberi kemampuan analisis teoritis yang sangat berguna bagi perkembangan keimanan dan mental-intelektual. Metode ini banyak menggunakan teknik pengajaran seperti diskusi, lokakarya, seminar, resensi buku, dan lain-lain;
3)      Metode hallul mustykilat (problem solving), yaitu uang digunakan untuk melatih anak didik berhadapan dengan berbagai masalah dari berbagai cabang ilmu pengetahuan sehingga metode ini sesuai untuk mengembangakan potensi akal, jasmani, dan hati;
4)      Metode tajribiyyat (empiris), yaitu metode yang digunakan untuk memperoleh kemampuan anak didik dalam mempelajari ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum melalui realisasi, aktualisasi, serta internalisasi sehingga menimbulkan intrkasi sosial;
5)      Metode al-istiqraiyyat (induktif), yaitu metode yang digunakan agar anak didik memiliki kemampuan riset terhadap ilmu pengetahuan agama dan umum dengan cara berpikir dari hal-hal yang khusus kepada hal-hal yang umum;
6)      Metode al-istinbathiyyat (deduktif), yaitu metode yang digunakan untuk menjelaskan hal-hal yang umum kepada hal-hal yang khusus.[6]








Daftar Pustaka
Donohue, John , Islam dan Pembaharuan, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994.

Ilahi, Kurnial, Pembaharuan Modern dalam Islam, Pekanbaru: Pusaka Riau, 2011.

Kurniawan, Syamsul dan Mahrus, Erwin, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011

Rusli, Ris’an, Pembaharuan Pemikiran Modern dalam Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2013.

Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Amzah, 2010.





[1]Setelah belajar di Lembaga Pendidikan Keguruan, al-Banna melanjutkan belajar di Universitas Darul Ulum Kairo. Dia dikenal sebagai mahasiswa yang sangat taat kepada agamanya. Dia mulai karirnya sebagai guru. Tak lama kemudian ia mendirikan Ikhwanul Muslimun (tahun 1928), yang kemudian merupakan salah satu partai politik terbesar dan terorganisasi baik di Mesir. Dia mengajak rakyat-rakyat Mesir untuk kembali kepada sumber-sumber Islam yang murni dan menolak arus yang membanjir dari luar negeri. Kekuatan militer Ikhwanul Muslimun dikerahkan untuk melakukan pembunuhan-pembunuhan terhadap tokoh-tokoh politik; dan ini juga mengakibatkan al-Banna terbunuh pada tahun 1949. Kelompok Ikhwanul Muslimun sekarang masih merupakan kekuatan yang tangguh di seluruh Dunia Arab. (Lihat. John J. Donohue, Islam dan Pembaharuan, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994, hal. 129.)
[2]Prof. Dr. H. Kurnial Ilahi, Pembaharuan Modern dalam Islam, Pekanbaru: Pusaka Riau, 2011, hal. 216-217.
[3]Syamsul Kurniawan dan Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011, hal. 155-158.
[4] Prof. Dr. Ris’an Rusli, M. A. Pembaharuan Pemikiran Modern dalam Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2013, hal. 158-191.
[5]Prof. Dr. Kurnial Ilahi, Perkembangan Modern dalam Islam, hal. 222-226.
[6] Drs. A. Susanto, M. Pd., Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Amzah, 2010, hal. 65-72.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar